Ini Kewajiban Hukum Pemda Dalam Pemberian Bantuan Hukum Kepada Pelaku Pengadaan Barang dan Jasa

  • Whatsapp

GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Serangkaian kasus korupsi yang menyeret beberapa Pelaku Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah di Kab. Garut, Jawa Barat terus bergulir. Mulai dari dugaan kasus korupsi proyek pembangunan SOR di lingkungan Dispora Garut yang menyeret 2 orang sekaligus dari Pengguna Anggaran (PA) dan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) yang merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) hingga belum lama ini publik kembali digegerkan dengan kasus terbaru yaitu dugaan korupsi revitalisasi pasar leles yang menyeret Pejabat Pembuat Komitmen-nya.

Sempat menjadi polemik statement Bupati Garut Rudy Gunawan di beberapa media yang menyatakan akan memberikan bantuan hukum kepada para Pelaku Pengadaan yang terseret kasus-kasus tersebut yang mana oleh sebagian pihak hal tersebut dinilai seolah-olah Bupati melindungi koruptor.

Bacaan Lainnya

Saat dihubungi www.kabarnusantara.id belum lama ini Sandi Prisma Putra, S.H., M.H., CLA., CPL., CPCLE., ACIArb. Sekretaris dari Perkumpulan Ahli Hukum Kontrak Pengadaan Indonesian (PERKAHPI) DPW JABAR berpendapat bahwa statement Bupati Garut tersebut tidak bisa sekonyong-konyong dianggap sebagai melindungi koruptor.

“Kalaupun Pemda Garut memberikan Bantuan Hukum kepada Pelaku Pengadaan dalam kasus-kasus tersebut secara hukum itu sah-sah saja, bahkan perlu dipahami sebetulnya hal tersebut justru merupakan kewajiban hukumnya karena beberapa peraturan perundang-undangan mengamanatkan hal itu,” ujar Sandi yang dikenal juga sebagai advokat yang cukup sering menangani kasus-kasus korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa.

Sandi memaparkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara yang isinya mengokohkan adanya kewajiban pemerintah untuk memberikan perlindungan, pelayanan dan bantuan hukum baik bagi Pegawai Negeri Sipil (PNS) maupun Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Dalam pasal 92 ayat (1) huruf d dinyatakan Pemerintah wajib memberikan perlindungan berupa bantuan hukum. Pemberian bantuan hukum kepada ASN diberikan dalam perkara yang dihadapi di pengadilan terkait dengan pelaksanaan tugasnya.

Aturan turunannya ialah, Peraturan Pemerintah Nomor 11 tahun 2017 tentang Manajemen Pegawai Negeri Sipil Pasal 308, ayat (1) , disebutkan bahwa perlindungan untuk PNS terdiri dari : a). Jaminan Kesehatan , b). Jaminan Kecelakaan Kerja , c). Jaminan Kematian , dan d). Bantuan Hukum, Secara khusus dalam Pengadaan Barang dan Jasa dalam pasal 84 ayat (1) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah dinyatakan Kementerian atau Lembaga atau Pemerintah Daerah wajib memberikan pelayanan hukum kepada Pelaku Pengadaan Barang dan Jasa dalam menghadapi permasalahan hukum terkait Pengadaan Barang dan Jasa, dalam ayat (2) nya dinyatakan bahwa pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan.

Kata wajib dalam pasal-pasal tersebut bermakna imperatif (tidak boleh tidak) bukan fakultatif (pilihan) kemudian kalimat sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan jelas menunjukan proses yang ada dalam peradilan pidana termasuk perkara korupsi tegas Sandi.

“Berdasarkan Pasal 84 ayat (3) Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018, Pelaku Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan untuk Penyedia, Ormas, kelompok masyarakat penyelenggara swakelola dan pelaku usaha yang bertindak sebagai agen pengadaan. Sehingga berdasarkan pengecualian sebagaimana tercantum dalam pasal 84 ayat (3) diatas, pelaku pengadaan barang dan jasa yang wajib diberikan bantuan hukum adalah Pengguna Anggaran (PA), Kuasa Pengguna Anggaran (KPA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Pengadaan, Pokja Pemilihan, Agen Pengadaan yang berupa UKPBJ, PjPHP atau PPHP, Penyelenggara Swakelola Tipe I dan Tipe II,” Paparnya.

Kemudian lebih lanjut diatur juga dalam Pasal 15 ayat (1) Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Nomor 15 Tahun 2018 tentang Pelaku Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyatakan pelayanan hukum berupa pemberian bantuan hukum sejak proses penyelidikan hingga tahap putusan pengadilan terkait pelaksanaan tugas dalam bidang Pengadaan Barang dan Jasa. Pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Kementerian Lembaga atau Pemerintah Daerah. Dalam ayat (4) dinyatakan bahwa pelayanan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diberikan dalam hal Pelaku Pengadaan tertangkap tangan. Jadi kewajiban pemberian bantuan hukum itu hanya menjadi gugur apabila dalam keadaan tertangkap tangan diluar hal itu apabila berawal dari laporan, pengaduan ataupun temuan maka Pemerintah Daerah tetap wajib memberikannya.

“Sudah jelas, suka atau tidak suka dalam hal Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah Kepala Daerah atas nama Pemerintah Daerah wajib memberikan bantuan hukum kepada para pelaku pengadaan yang tersangkut dugaan tindak pidana korupsi di bidang pengadaan barang dan jasa ketika menjalankan tugasnya, bukan kata saya loh tapi kata peraturan perundang-undangan yang disebutkan diatas,” jelas Sandi.

Sandi juga menyarankan bagi yang tidak suka bisa mencoba untuk mengajukan permohonan uji materil terhadap pasal-pasal dalam aturan-aturan tersebut.

Kemudian kalau muncul pertanyaan darimana anggaran bantuan hukum tersebut? Maka perlu dipahami anggarannya bukan berasal dari anggaran Bagian Hukum Pemda sebagaimana yang diperuntukan jika Pemda menjadi subjek berperkara dalam Perkara TUN atau Perdata tetapi dana bantuan hukum bagi ASN yang tersangkut masalah pidana ketika menjalankan tugasnya termasuk bagi PA dan PPK dalam pelaksanaan pengadaan barang dan jasa penganggarannya oleh BKD dan pelaksanaannya melalui KORPRI sesuai Surat Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pengesahan Anggaran Dasar KORPRI.

Sandi juga menyebutkan bahwa seperti yang diketahui secara umum dalam perkara dugaan pidana apapun KUHAP mengamanatkan kepada Instansi Penegak Hukum dari Mulai Kepolisian, Kejaksaan Hingga Pengadilan untuk memberikan bantuan hukum bagi tersangka dan terdakwa yang diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman sanksi 5 tahun keatas melalui penunjukan Penasehat Hukum hal tersebut tidak berarti melindungi. Dalam bidang pengadaan barang dan jasa secara khusus diamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk memberikan bantuan hukum kepada pelaku pengadaan yang tersangkut kasus pidana dalam rangka menjalankan tugasnya berdasarkan Perpres No.16 Tahun 2018.

“Bagi kami praktisi hukum tentunya memahami betul bahwa ratio legis (pertimbangan) dari pemberian bantuan hukum didasarkan pada asas praduga tak bersalah (presumption of innocent) kemudian raison d’etre (tujuan) dari pemberian bantuan hukum tersebut tidak dimaksudkan untuk membebaskan dari hukuman, namun untuk memperoleh kepastian hukum dan jaminan persamaan hukum, agar proses peradilan yang adil dapat terwujud dengan berpegang pada prinsip persamaan dalam hukum (Equality Before The Law). Pemberian bantuan hukum melalui asistensi oleh penasehat hukum dalam pemahaman modern tidak dimaksudkan untuk membela kesalahan seseorang tapi mendampingi seseorang secara profesional dan proporsional dalam setiap tahapan proses hukum dari mulai penyelidikan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di persidangan demi terselengaranya due process of law,” Ucap Sandi sambil menutup pembicaraan.

Sandi sendiri diketahui merupakan salahsatu dari sedikit praktisi hukum yang mempunyai lisensi Pengacara Spesialis Pengadaan (Certified Procurement Lawyer) dari The International Federation of Purchasing and Supply Management (IFPSM) yang berbasis di Malaysia dan juga lisensi Ahli Hukum Kontrak Pengadaan (Certified Procurement Contract Legal Expert) dari International Federation of Procurement Bar Association (IFPBA) yang berbasis di Finlandia.

Pos terkait