GARUT|KABARNUSANTARA.ID – Profesi sebagai pemulung atau tukang rongsokan tidak selalu menjadi pekerjaan yang hina dan berpenghasilan kecil, misalnya seperti tukang rongsokan di PD. Gordah Jaya, mereka bekerja dengan jaminan hidup yang layak seperti pekerja pada umumnya.
Dengan sembilan orang kariawan, perusahaan ini beroprasi setiap harinya menampung lima ton sampah dari berbagai daerah, untuk disortir dan dikirim ke pabrik pengolah.
“Kalo yang bekerja disini ada sembilan orang, tapi kalo yang jadi bandar banyak saat ini maksimal kita menampung dari dua puluh orang pelapak saja,”jelas Tatang Sadarusman SE, yang ditemui tim redaksi kabarnusantara.id Selasa, (13/11/18) sore di tempat usahanya Jl. Gordah Garut.
Tatang menginginkan harkat martabat tukang rongsokan itu meningkat, bahkan menurut tatang definisi rongsokan sebagai barang bekas yang bisa dijual sudah tidak tepat lagi karena menjadi definisi yang negatif.
“Kalo definisi yang bener itu adalah rongsokan is the art, rongsokan itu seni, kita mengolah barang karena hanya kita yang tau metode pengolahan pelastik, jika salah mengolah kita akan merasakan dampaknya selama lima ribu tahun,”Jelas Tatang.
Bahkan Tatang menyebut bahwa pekerja di tempatnya itu diupah sesuai UMK, disediakan mes, makanan terjamin serta diperhatikan kesehatannya jika sakit termasuk istri dan satu orang anaknya.
“Aspek kebutuhan pekerja kita perhatikan, makannya saja kita kontrol bagai mana asupan hariannya, mera harus makan dari kita agar terjamin, kami berharap Disnaker Kabupaten Garut segera mendata kami dan mengakui pekerja yang ada di kami, agar mereka mendapat hak yang layak lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan, mendirikan serikat pekerja, serta hal lain untuk meningkatkan skill, “pungkas Tatang.
(Evan/red)