GARUT|KABARNUSANTARA.ID – Ketua Federasi Serikat Pekerja Garut (FSPG), Indra Kurniawan, SH, mendesak Pemerintah Kabupaten Garut agar pada tahun 2019 ini memprioritaskan penyusunan Peraturan Daerah (perda) Ketenagakerjaan.
FSPG, menurut Indra, melihat sistem perburuhan di Kabupaten Garut selama ini sangat lemah dikarenakan tidak adanya sistem yang establish untuk memastikan hubungan industrial berjalan sesuai peraturan perundang-undangan yang ada.
“Dalam beberapa minggu terakhir FSPG menerima beberapa keluhan dari para buruh dari berbagai segmentasi. Ada yang mengeluh dari salah satu pegawai sektor perbankan yang tidak dibayar upah lembur, ada juga yang mengeluh tentang ketidakjelasan penerapan UMK, bahkan kualifikasi jenis pekerjaan yang seharusnya PKWTT namun tidak diterapkan oleh perusahaan. Serta banyak permasalahan buruh/pekerja lainnya,” beber Indra dalam siaran persnya yang diterima Kabar Nusantara, Sabtu (23/3/2019).
Indra menambahkan, ketiadaan sistem perburuhan yang establish mengakibatkan permasalahan buruh tidak mendapatkan tempat yang layak sehingga jarang mendapatkan solusi dari para stakeholder dan pemangku kepentingan di Kabupaten Garut.
“Kondisi ini diperburuk lagi oleh tidak optimalnya kinerja pengawasan ketenagakerjaan dari Pemerintah Provinsi yang secara garis organisasi sulit untuk melakukan sinergitas dengan Dinas Ketenagakerjaan Kabupaten Garut dalam menyelesaikan permasalahan perburuhan. Ditambah lagi fungsi lembaga tripartit untuk tahun anggaran 2019 sampai saat ini masih belum berjalan sebagai sarana check and balance dalam memberikan rekomendasi terhadap Bupati Garut untuk menyelesaikan kondisi-kondisi normatif hubungan industrial,” katanya.
Ketiadaan political will terkait perburuhan, papar Indra, berimplikasi terhadap mangkraknya isu-isu ketenagakerjaan, baik kasus yang sifatnya parsial atau akibat ketiadaan kebijakan publik yang sifatnya general.
“Oleh karena itu, penyusunan Perda Ketenagakerjaan sangat penting artinya agar permasalahan perburuhan tidak kian complicated,” ujarnya.
Indra menyatakan, inisiatif penyusunan Perda Ketenagakerjaan, bisa saja dilakukan oleh Disnaker Kabupaten Garut bekerjasama dengan wadah serikat dan lembaga tripartit.
“Dengan catatan, para stakeholder tersebut memiliki anggaran yang cukup dalam pembuatan Preliminary Project untuk memvalidasi semua permasalahan perburuhan. Validasi permasalahan perburuhan sangat penting agar pemerintah (Pemkab Garut) memiliki groundwork yang tepat dalam melakukan analisa kebijakan yang akan dikeluarkan,” ujar Indra.
Ia menilai, akan sangat sulit melakukan detoksifikasi terhadap racun-racun yang mengendap akut dalam dunia ketenagakerjaan, jika Pemerintah Kabupaten Garut mengabaikan proses kuantifikasi permasalahan secara lengkap. Sebab, database permasalahan perburuhan sangat diperlukan untuk melihat seberapa penting sebuah kebijakan publik layak dikeluarkan.
Di sisi lain, menurut Indra, sistem compliance (Kepatuhan ) perusahaan dalam menerapkan hal-hal normatif sesuai perintah UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pun sangat lemah.
“Jadi, jangankan untuk meracik obat dalam menyembuhkan suatu penyakit perburuhan, Pemerintah Garut sendiri tidak paham terkait apa penyakitnya. Ketidakpahaman ini dapat dibuktikan dengan tidak adanya angka valid mengenai berapa persentase Kepatuhan Perusahaan yang ada di Kabupaten Garut,” jelasnya.
Indra menyatakan, perumusan kebijakan publik mengenai perburuhan di Kabupaten Garut memerlukan tim taktis yang memiliki kompentensi handal untuk memastikan kriteria kriteria apa saja yang bisa dijadikan landasan sosiologis perburuhan.
“Yang pada akhirnya dapat memetakan kualifikasi pasal-pasal yang akan diterapkan secara imperatif (memaksa) dalam sebuah peraturan daerah,” tuturnya. (ESR)