KPK Terkait Dugaan Korupsi PT.DI, Dalami Persetujuan Komisaris soal Kerja Sama dengan Mitra

  • Whatsapp
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam konferensi pers Kinerja KPK Semester I 2020, Selasa (18/8/2020).(Dokumentasi/Biro Humas KPK)

JAKARTA, KABARNUSANTARA.ID – Penyidik KPK memeriksa tiga orang komisaris dan mantan komisaris PT Dirgantara Indonesia (PT.DI) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan penjualan dan pemasaran di PT DI, Rabu (16/12/2020).

“Para saksi tersebut dikonfirmasi mengenai proses persetujuan komisaris dalam pelaksanaan kerja sama dengan mitra penjualan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Kamis (17/12/2020).

Bacaan Lainnya

Dilansir dari kompas.com, Tiga saksi yang dipanggil itu ialah Komisaris Utamma PT DI Yuyu Sutisna; mantan Komisaris Utama, PT DI Agus Supriatna; dan mantan Komisaris Independen PT DI, Bambang Wahyudi.

Mereka diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Budiman Saleh yang merupakan Direktur Aerostructure PT DI tahun 2007-2010, Direktur Aircraft Integration PT DI 2010-2012, serta Direktur Niaga dan Resktrukturisasi PT DI 2012-2017.

Jabatan terakhinya adalah Direktur Utama PT PAL Indonesia. Pada Selasa (15/12/2020), penyidik juga memeriksa mantan Komisaris Utama PT DI, Ida Bagus Putu Dunia; mantan Komisaris PT DI, Slamet Senoadji; dan Kadiv Perbendaharaan PT DI, Dedy Iriandy.

“(Ketiga saksi) didalami pengetahuannya mengenai dugaan persetujuan dilaksanakannya kerja sama dengan pihak mitra penjualan dan dugaan aliran sejumlah uang ke berbagai pihak,” kata Ali, Selasa malam.

Budiman Saleh merupakan satu dari tiga tersangka baru dalam kasus dugaan korupsi di PT DI. Dalam kasus ini, Budiman diduga telah menerima aliran dana hasil pencairan pembayaran pekerjaan mitra fiktif sebesar Rp 686.185.000.

Kasus ini bermula dari rapat Dewan Direksi PT DI periode 2007-2010 yang dilaksanakan pada akhir tahun 2007.

Rapat itu menyepakati sejumlah hal, salah satunya menggunakan mitra penjualan sebagai cara untuk memperoleh dana khusus guna diberikan kepada customer/end user.

Para pihak PT DI kemudian melakukan kerja sama dengan Didi Laksamana serta para pihak di lima perusahaan yaitu PT Bumiloka Tegar Perkasa, PT Angkasa Mitra Raya, PT Abadi Sentosa Perkasa, PT Penta Mitra Abadi, PT Niaga Putra Bangsa, serta Direktur Utama PT Selaras Bangun Usaha Ferry Santosa Subrata untuk menjadi mitra penjualan.

PT DI kemudian melakukan penandatanganan kontrak mitra penjualan tersebut sebanyak 52 kontrak selama periode 2008-2016.

“Kontrak mitra penjualan tersebut adalah fiktif, dan hanya sebagai dasar pengeluaran dana dari PT DI (Persero) dalam rangka pengumpulan dana untuk diberikan kepada customer/end user,” kata Deputi Penindakan KPK Karyoto, Kamis (22/10/2020).

Pembayaran dari PT DI kepada perusahaan mitra penjualan tersebut dilakukan dengan cara transfer langsung ke rekening perusahaan mitra penjualan.

Lalu, uang yang ada di rekening tersebut dikembalikan ke pihak-pihak PT DI maupun pihak lain melalui transfer, tunai, atau cek.

“Dana yang dihimpun oleh para pihak di PT DI (Persero) melalui pekerjaan mitra penjualan yang diduga fiktif tersebut digunakan untuk pemberian aliran dana kepada pejabat PT DI (Persero), pembayaran komitmen manajemen kepada pihak pemilik pekerjaan dan pihak-pihak lainnya serta pengeluaran lainnya,” kata Karyoto.

KPK menaksir kerugian dalam kasus ini mencapai Rp 315 miliar terdiri dari Rp 202.196.497.761,42 dan 8.650.945,27 dollar AS.

Dua tersangka lain dalam kasus ini yakni eks Direktur Utama PT DI, Budi Santoso dan eks Asisten Dirut PT DI Bidang Bisnis Pemerintah, Irzal Rinaldi telah dibawa ke persidangan.

Budi didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp 2.009.722.500, sedangkan Irzal didakwa memperkaya diri sendiri senilai Rp 13.099.617.000.

Pos terkait