Kasus Jalan Poros Tengah Berlanjut, Ini Tiga Tuntutan KPC

  • Whatsapp

GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Pembangunan jalan poros tengah yang menghubungkan Kecamatan Cilawu dan Banjarwangi dengan membabat hutan di Kawasan hutan lindung di bawah Perum Perhutani, masih terus berlanjut. Aparat penegak hukum Polda Jawa Barat, telah mengambil Langkah-langkah pemeriksaan pihak-pihak terkait mulai dari Kepala Dinas PUPR hingga Kepala Desa Sukamurni Kecamatan Cilawu.

Ketua Konsorsium Penyelamatan Cikuray, Usep Ebit Mulyana menyampaikan, dirinya pun telah ikut memberikan keterangan sebagai pelapor dalam kasus perusakan hutan lindung dalam pembangunan poros jalan tengah tersebut di Polda Jawa Barat.

Bacaan Lainnya

“Saya dan beberapa kawan telah diperiksa sebagai pelapor, pihak-pihak terkait pun telah diperiksa mulai dari Kepala Dinas PUPR hingga Kepala Desa Sukamurni,” jelas Ebit, Senin (27/07/2020), usai menghadiri audensi di DPRD Garut terkait pembangunan jalan poros tengah.

Ebit menegaskan, saat ini ada tiga tuntutan besar dari Konsorsium terkait pembangunan jalan poros tengah tersebut. Tuntutan pertama adalah, penghentian pembangunan jalan poros tengah. Penghentian ini, harus dibuktikan dengan tidak adanya kegiatan tersebut dalam daftar kegiatan dinas, berikut anggarannya dihapus.

“Jadi bukan penghentian sementara seperti saat ini sambal proses amdalnya berjalan, kita minta penghentian pembangunan jalan ini secara permanen, kalua mau dilanjut, jangan nabrak hutan lindung di Cikuray,” tegasnya.

Tuntutan kedua, menurut Ebit adalah penegakan proses hukum bagi para pelaku yang telah membabat hutan lindung di Kawasan Cikuray untuk pembangunan jalan poros tengah. Karena, pembabatan hutan tersebut dilakukan tanpa ada ijin dan jelas-jelas merusak lingkungan sekitar.

“tuntutan kedua kita ingin, pelaku pembabatan hutan lindung dan actor intelektualnya diproses secara hukum, karena ini sudah jelas-jelas ada pelanggaran pidana lingkungan, bupati sudah mengakui itu, Gakkum KLHK pun sudah mengakui ada pelanggaran,” tegas Ebit.

Tuntutan yang ketiga, menurut Ebit adalah Pemerintah Daerah harus melakukan rehabilitasi Kawasan hutan lindung yang telah dirusak untuk pembangunan jalan poros tengah, dengan menganggarkan kegiatan rehabilitasi lahan dan Kawasan di bekas jalan poros tengah yang telah dibabat dan kemudian di ratakan oleh alat berat.

“Ini konsekwensi logis untuk pemerintah daerah, mereka yang merusak, mereka yang harus merehabilitasi lahan tersebut dan ini tidak menghilangkan tindak pidana perusakan lingkungan yang telah mereka lakukan,” katanya.

Sementara soal audensi yang dilakukan dengan DPRD, menurut Ebit audensi dihentikan dan dijadwal ulang mengingat pihak-pihak yang dihadirkan tidak kompeten untuk membahas tiga tuntutan yang dibawa oleh Konsorsium.

Audensi sendiri, menurut Ebit harusnya bisa menghadirkan kepala daerah dan kepala-kepala dinas terkait serta unsur pimpinan DPRD Garut. Dengan begitu, dalam audensi pihaknya bisa memastikan, tiga tuntuan yang diajukan pihaknya bisa mendapatkan kepastian. Kalau yang hadir hanya perwakilan, menurutnya tidak akan bisa mengambil kebijakan soal tiga tuntutan yang disampaikan.

“Masalah jalan poros tengah ini sudah sampai pada proses hukum, jadi harus ada solusi nyata dari pemerintah daerah dan DPRD. Bupati harus menghentikan pembangunan jalan poros tengah, DPRD harus menegaskan haknya sebagai pengawas pemerintah, jangan hanya diam melihat pelanggaran pidana yang telah sangat jelas,” katanya.

Jika bupati tidak mengambil Langkah-langkah penghentian dan rehabilitasi Kawasan, Ebit memastikan pihaknya akan terus melakukan perlawanan dalam berbagai bentuk, termasuk membawa permasalahan ini hingga tingkat nasional.

“Kita telah mengagendakan Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi V DPR-RI, mereka telah siap menerima kawan-kawan KPC, tinggal menunggu masa reses, setelah RDP di DPR-RI, akan dilanjut dengan rapat dengan Kemenkumham dan Polri untuk penegakan hukumnya,” katanya.

Ebit melihat, dari proses yang telah berjalan, DPRD pun harusnya mengambil peran dalam upaya penghentian proses pembangunan jalan poros tengah, penegakan proses hukum dan rehabilitasi Kawasan yang telah dirusak. Jika tidak mau ambil peran, Ebit menduga DPRD ikut dalam persekongkolan jahat dalam perusakan lingkungan hutan lindung di Kawasan Gunung Cikuray.

“Kalau DPRD diam, berarti ada sesuatu yang membuat mereka diam, kita khawatir DPRD jadi bagian dari persekongkolan pembangunan jalan poros tengah ini, kalau jadi bagian dari persekongkolan ini, kita akan laporkan juga DPRD,” tegasnya. (*)

Reporter : Evan SR
Editor : AMK

Pos terkait