GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Biro Pemberdayaan Perempuan Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Kabupaten Garut menyampaikan keprihatinan mendalam atas dugaan kelalaian Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPA) Kabupaten Garut dalam mengimplementasikan secara efektif amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
Hal ini terkait dengan kasus dugaan kekerasan seksual yang menimpa seorang anak berusia 5 tahun di wilayah tersebut.
Ketua Biro Pemberdayaan Perempuan SOKSI Garut, Sri Ratih, S.H., menekankan bahwa Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 secara jelas mengamanatkan bahwa negara dan pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab dalam menyelenggarakan upaya perlindungan anak.
Ia menilai, seharusnya UPT PPA sebagai representasi pemerintah daerah memiliki langkah-langkah preventif yang lebih kuat untuk mencegah terjadinya kasus-kasus kekerasan terhadap anak.
“Kami melihat adanya indikasi kurang optimalnya peran UPT PPA Kabupaten Garut dalam menjalankan amanat Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014. Seharusnya, tindakan antisipatif menjadi prioritas, sebagaimana diatur dalam berbagai pasal, termasuk yang menekankan pada kewajiban pemerintah daerah untuk menyediakan sarana dan prasarana serta meningkatkan kesadaran masyarakat tentang perlindungan anak,” ujar Sri Ratih.
Lebih lanjut, Sri Ratih menyampaikan informasi bahwa anak korban saat ini berada dalam perlindungan ibunya. SOKSI Garut mendesak agar aparat penegak hukum dapat segera mengusut tuntas kasus ini sesuai dengan Pasal 76 C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang melarang setiap orang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak.
Pihaknya berharap pelaku dapat dihukum seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kasus ini juga mendapatkan perhatian serius dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Daerah Jawa Barat.
KPAI Jabar mengecam keras tindakan kekerasan tersebut dan menyatakan bahwa perbuatan pelaku jelas melanggar Pasal 80 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 yang mengatur mengenai sanksi pidana bagi pelaku kekerasan terhadap anak.
Reporter : Noto PW
Editor : ESR