Kartu Someah: Janji Kosong yang Membebani Garut, Analisis Kritis dari Aktivis Senior Wa Ateng

GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Peluncuran Kartu Someah oleh pasangan calon Helmi-Yudi dinilai gemilang oleh sebagian orang. Mereka menjanjikan layanan kesehatan gratis, subsidi pendidikan, dan berbagai janji manis lainnya demi “Meningkatkan kesejahteraan rakyat Garut ”

Tetapi di mata Ateng, aktivis senior yang sudah puluhan tahun mengamati politik dan sosial Garut, program ini tidak lebih dari janji kosong yang berpotensi menjadi beban berat bagi anggaran daerah.

Bacaan Lainnya

“Kita harus buka mata lebar-lebar,” tegas Wa Ateng,“jelas Wa Ateng.

Kartu Someah ini terkesan muluk-muluk, tetapi tidak mempertimbangkan realitas APBD Garut yang sekarang sudah berat. Rakyat harus tahu, ada risiko besar jika program sebesar ini dipaksakan hanya demi kepentingan politik jangka pendek,” Ujarnya

Dalam pengamatannya orang yang disapa Wa Ateng melihat bahwa program Kartu Someah yang menargetkan hingga 700 ribu penerima ini terlalu ambisius. Dengan angka kemiskinan di Garut yang berada di kisaran 260 ribu jiwa, pertanyaannya jelas mengapa jumlah penerima Kartu Someah harus dua kali lipat lebih besar daripada jumlah warga miskin di Garut.

“Kalau kita lihat logikanya, ini janji yang tidak masuk akal, rakyat Garut bukan sekadar angka di atas kertas. Kenapa target penerimanya begitu besar, padahal jumlah orang miskin di sini jauh di bawah angka itu apakah program ini sekadar cara agar terlihat masif, atau memang ada perhitungan yang matang di baliknya,” jelasnya.

Lebih dari itu, Wa Ateng menyoroti bahwa skema ini berisiko besar bagi APBD Garut, yang saat ini sudah menghadapi berbagai tantangan fiskal.

“APBD kita sudah terbatas, dan kita sering mendengar berita defisit dari pusat hingga daerah. Di tengah kondisi ini, apakah bijaksana meluncurkan program besar yang belum jelas roadmap pendanaannya” kata Wa Ateng.

Selain itu Ia mengingatkan bahwa peluncuran Kartu Someah berpotensi memaksa pemerintah daerah mengorbankan sektor-sektor lain yang lebih prioritas, seperti infrastruktur dan pendidikan.

Menurut Wa Ateng, ini bukan pertama kalinya janji-janji seperti ini muncul menjelang pilkada.

“Sejak kapan program seperti ini dipikirkan untuk kesejahteraan masyarakat? Kenapa baru muncul saat pemilu sudah dekat, jika Helmi Budiman benar-benar berniat mengentaskan kemiskinan di Garut, kenapa tidak menjalankan program ini sejak dia menjabat sebagai Wakil Bupati di periode kedua seandainya Kartu Someah benar-benar bertujuan mengatasi kemiskinan, kenapa angka kemiskinan masih bertahan di sekitar 10%,”tegasnya.

Dengan nada kritis, Wa Ateng menekankan bahwa ini bukan soal anti-kampanye atau menyerang secara personal. Ini tentang rakyat Garut, dan rakyat pantas mendapat penjelasan yang jujur. Kartu Someah tampaknya lebih seperti alat politis daripada solusi konkret. Rakyat kita cerdas, mereka butuh bukti, bukan janji yang mengawang-awang.

“Jika benar mereka punya komitmen besar untuk menyelesaikan masalah-masalah sosial, kenapa kita tidak pernah mendengar upaya serius terkait Kartu Someah ini dalam beberapa tahun terakhir, program ini terkesan dibuat-buat untuk memenuhi kebutuhan politik ketimbang kesejahteraan rakyat, ujarnya.

Selain itu, ia mencatat bahwa program seperti Kartu Someah akan membutuhkan alokasi dana yang sangat besar untuk dapat benar-benar berdampak. Namun, berdasarkan analisisnya, APBD Garut tidak akan mampu menopang program berskala besar ini secara berkelanjutan.

“Kita perlu realistis. Program besar tanpa dana yang memadai hanya akan menjadi beban. Nantinya, jika anggaran terpaksa dialokasikan untuk Kartu Someah, sektor-sektor lain yang esensial akan dipangkas. Ini langkah yang tidak bertanggung jawab,” ujar Wa Ateng.

Dalam kondisi defisit anggaran, meluncurkan program semacam ini tanpa perhitungan matang bisa menjadi bom waktu bagi Garut. Menurut Wa Ateng, seharusnya pemerintah lebih fokus pada optimalisasi program yang telah ada, memaksimalkan sektor-sektor yang sudah berjalan, dan meningkatkan efisiensi di berbagai lini daripada menjanjikan skema baru yang berpotensi menjadi lubang besar dalam anggaran.

Akhirnya, Wa Ateng mengajak masyarakat Garut untuk berpikir kritis dan tidak mudah terbuai dengan janji-janji politik yang muncul menjelang pemilu. “Rakyat Garut pantas mendapatkan pemimpin yang benar-benar memikirkan keberlanjutan, bukan sekadar janji untuk mencuri simpati sesaat,” tegasnya.

“Kita harus sadar bahwa APBD adalah milik bersama, bukan untuk mainan politik. Jangan sampai Garut jadi korban janji-janji kosong,” jelasnya.

Dengan pengalamannya sebagai aktivis yang sudah lama mengawal isu-isu sosial di Garut, Wa Ateng yakin bahwa rakyat Garut bisa melihat realita di balik Kartu Someah.

“Kita butuh pemimpin yang benar-benar bekerja, bukan sekadar memberi janji besar tanpa pijakan. Semoga masyarakat Garut bisa memilih dengan bijak, memilih yang benar-benar berpihak pada kesejahteraan jangka panjang,” pungkasnya.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan