Update Proses Vaksinasi di Indonesia, Ini Penjelasan BPOM dan MUI

  • Whatsapp
(shutterstock) Ilustrasi vaksin Covid-19(Kompas.COM/MUHAMMAD NAUFAL)
KABARNUSANTARA.ID – Pemerintah rencanakan program vaksinasi Covid-19 mulai Rabu, 13 Januari 2021. Jubir Vaksinasi Covid-19, dr Siti Nadia Tarmizi menyampaikan bahwa ada 40, 2 juta penerima vaksin pada tahap pertama.
Adapun rinciannya yakni petugas kesehatan sebanyak 1,3 juta, petugas publik 17,4 juta, dan lansia sebanyak 21,5 juta. Sebelum mulai didistribusikan, saat ini pemerintah masih menunggu izin edar darurat (EUA) dari Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) yang dilansir dari Kompas.com.
Selain izin edar, penting juga untuk mendapatkan sertifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia ( MUI) dalam vaksinasi nantinya.
Lantas, bagaimana update perkembangan perizinan dari BPOM dan MUI? BPOM melalui keterangan resmi yang diterima Kompas.com, (8/1/2021) menyampaikan, pemberian izin obat dan vaksin yang diberikan EUA harus didukung dengan bukti keamanan, khasiat, dan mutu yang memadai.
Setelah pemberian EUA harus dilakukan pemantauan yang ketat terhadap khasiat dan keamanan jangka panjang.
Dalam persyaratan pemberian EUA untuk vaksin Covid-19, BPOM mengacu pada pedoman WHO, serta merujuk pada US Food and Drug Administration/US (FDA), dan European Medicines Agency (EMA).
Mutu vaksin Diketahui, syarat pemberian EUA adalah vaksin harus sudah memiliki data uji klinik fase 1 dan uji klinik fase 2 secara lengkap serta data analisis interim uji klinik fase 3 untuk menunjukkan khasiat dan keamanan vaksin.
Selain khasiat dan keamanan, aspek mutu vaksin menjadi hal yang penting untuk dipenuhi, Badan POM telah melakukan evaluasi terhadap data mutu vaksin. Evaluasi itu terdiri dari pengawasan mulai dari bahan baku, proses pembuatan hingga produk jadi vaksin sesuai dengan standar penilaian mutu vaksin yang berlaku secara internasional.
Setelah EUA diterbitkan, Badan POM mengawal mutu vaksin pada jalur distribusi, mulai keluar dari industri farmasi hingga vaksinasi kepada masyarakat.
Dalam rangka mengawal keamanan vaksin, BPOM akan berkoordinasi dengan Kemenkes, Komite Nasional dan Komite Daerah Pengkajian dan Penanggulangan kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (Komnas dan Komda PP KIPI) untuk melakukan pemantauan KIPI.
Sertifikasi halal dari MUI Di sisi lain, sebelum disuntikkan kepada penerima vaksin, vaksin terlebih dulu harus memiliki sertifikasi halal yang dikeluarkan oleh MUI. Sekjen MUI Amisyah Tambunan mengungkapkan, sertifikasi halal ini penting dilakukan.
Menurutnya, soal vaksin tidak bisa lepas dari pemahaman kita berkonstitusi sebagaimana disebutkan dalam UUD NKRI 1945 Pasal 29 ayat (1) Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ayat (2) berbunyi, Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya.
“Karena soal.vaksin menyangkut keyakinan umat beragama umumnya dan umat Islam khususnya tidak bisa lepas dari keyakinan halal,” ujar Amisyah saat dihubungi Kompas.com, Kamis (7/1/20201).
\
“Jadi soal halal itu sangat asasi bagi umat beragama,” lanjut dia
Amisyah menambahkan, izin edar dan sertifikasi halal pada vaksin juga penting karena aspek thoyib artinya kualitas dan efektivitas serta keamanan vaksin penting yang merupakan otoritas negara yang ditugaskan ke BPOM RI.
Sedangkan aspek ke halalan merupakan otoritas Fatwa Majelis Ulama Indonesia ( MUI) setelah melalui audit oleh LP POM MUI dengan pihak terkait. “Oleh sebab itu aspek halal dan thoyib merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan,” ujar Amisyah.
Selain itu, ia juga mengimbau kepada BPOM dan pihak yang terlibat dalam vaksinasi agar dilakukan terlebih dahulu literasi, sosialisasi serta edukasi kepada masyarakat agar saat penggunaan vaksin secara efektif dan rasa aman bagi masyarakat.

Pos terkait