GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Garut untuk membangun ruas jalan baru poros tengah yang akan menghubungkan Kecamatan Cilawu dengan Kecamatan Banjarwangi, terus menuai protes.
Kali ini, protes dilayangkan oleh Forum Komunikasi Kader Konservasi Indonesia (FK3I) Jawa Barat. FK3I Jabar, memprotes pembangunan tersebut karena menabrak kawasan hutan lindung yang dikelola Perum Perhutani tanpa ada proses pinjam pakai kawasan.
Ketua Badan Pembina FK3I Jawa Barat, Dedi Kurniawan yang ditemui Minggu (23/09/2020) malam mengungkapkan, dari laporan yang diterimanya, pembangunan ruas jalan tersebut sebagian lahannya menabrak kawasan hutan lindung di Gunung Cikuray yang dikelola Perum Perhutani ADM Garut dan Tasik.
Penggunaan lahan hutan untuk pembangunan jalan, menurut Dedi harusnya dilakukan dengan mekanisme pinjam pakai kawasan yang prosesnya harus dilakukan kajian terlebih dahulu untuk bisa keluar ijin pinjam pakai kawasan.
“Ada pelanggaran Permen KLHK yang mengatur soal ijin pinjam kawasan, karena dari data yang dikumpulkan kawan-kawan di Garut, ternyata belum ada ijin pinjam kawasan,” katanya.
Dedi sendiri melihat, kawasan hutan lindung yang akan digunakan jalan, saat ini menjadi habitat dari beberapa satwa yang dilindungi seperti macan tutul, owa jawa, elang jawa, merak hijau dan surili.
Hal ini diketahui dari rekaman tangkapan kamera yang dipasang di kawasan tersebut oleh para pegiat lingkungan di Garut.
Selain satwa dilindungi, kawasan hutan yang akan dibangun jalan, menurut Dedi juga menjadi daerah tangkapan air dari sungai besar yaitu Sungai Cikaengan yang bermuara di Pantai Selatan Garut dan Sungai Ciwulan yang mengalir ke Tasikmalaya dan bermuara di pantai selatan Tasikmalaya.
Dedi berharap, kondisi diatas bisa disikapi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dengan menurunkan Dirjen Penegakan Hukum (Gakkum). Karena, ada indikasi pengelola kawasan yaitu Perhutani melakukan pembiaran pembangunan jalan di kawasan hutan yang dikelolanya.
“Ada dugaan pelanggaran Permen tentang pedoman pinjam pakai kawasan hutan dan Permen soal jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi,” katanya.
Dedi menuturkan, Perhutani sebagai pengelola kawasan yang ditunjuk pemerintah, dalam pembangunan jalan ini terkesan tebang pilih dalam penegakan hokum.
Rakyat kecil yang hanya mengambil manfaat hutan dituntut secara pidana, sementara pembangunan jalan yang tidak ada ijin pinjam pakai kawasan dibiarkan begitu saja meski prosesnya secara jelas-jelas melakukan perusakan hutan.
“Kita minta Dirjen Gakkum turun ke lapangan, melihat langsung proses pembangunan jalan itu, kita melihat ada banyak pelanggaran hukum yang harus ditindak,” katanya. (*)
Reporter : AMK
Editor : AMK