GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Limbah penyamakan kulit di wilayah Sukaregang Kabupaten Garut yang sebelumnya menjadi masalah lingkungan, sekarang ini mulai bermanfaat bagi pertanian.
Di tangan pengusaha muda asal Kabupaten Garut bernama H Muhamad Rian, kini limbah pengolahan kulit dari pabrik penyamakan kulit mulai diolah menjadi pupuk organik cair (POC).
Kini pupuk organik yang dihasilkan dari limbah kulit yang diberi nama Mandraguna Grow ini sudah mulai digunakan oleh para petani baik di Jawa Barat maupun di luar Pulau Jawa.
“Kalau di Garut sudah dicoba di seluruh wilayah, hasilnya kata para petani sangat bagus. Kita juga sudah coba di Kalimantan, hasilnya juga memuaskan,” ujar Rian kepada wartawan di kantornya, Jalan Gatot Subroto, Desa Suci, Kecamatan Karangpawitan, Kabupaten Garut, Kamis (17/10/2024).
Rian menerangkan, meski sudah banyak petani merasakan manfaat dari pupuk organik cair yang dibuatnya ini, tetapi saat ini pihaknya baru bisa memproduksi pupuk tersebut sebanyak 18 ribu liter per bulannya.
“Kalau bahan melihat baku yang ada memang banyak, diperkirakan untuk buat 1 juta liter perharinya,” terangnya.
Dengan banyaknya bahan baku ini, kata dia, maka harga pupuk organik cair yang diproduksi oleh perusahaannya yang diberi nama PT Mandraguna Pusaka Indonesia ini dijual lebih murah dari pupuk subsidi.
“Saat ini kita jual di bawah harga pupuk subsidi dengan kualitas di atasnya. Pupuk ini setara dengan pupuk NPK, jadi kalau sudah pake pupuk organik ini tidak usah menggunakan NPK,” ujarnya.
Untuk kandungan pupuk sendiri, kata dia, pupuk organik ini mengandung asam amino yang tinggi. Sehingga sangat cocok untuk menyuburkan tanaman. “Kami sudah uji coba dengan petani di Garut, produktivitasnya mencapai 15-40 persen. Kami juga sudah bandingkan dengan produk luar, hasilnya produk kami paling bagus,” ujarnya.
Rian menerangkan, dalam membuat satu produk pupuk organik ini, pihaknya baru menggunakan limbah dari fleshing. Limbah ini merupakan limbah padat yang terdiri atas sesetan daging dan lemak yang berasal dari bagian dalam kulit hewan.
“Biasa limbah ini dibuang sembarang, saat ini kita manfaatkan untuk dibuat pupuk,” terangnya.
Selain dari limbah ini, kata dia, kedepannya pihaknya sedang membuat pupuk organik dan kimia dari limbah pengapuran dari perontokan bulu. Limbah ini biasanya dibuang langsung ke sungai oleh para pengusaha penyamakan kulit.
“Pupuk dari limbah ini gunanya untuk penggemburan tanah. Saat ini sudah dibuat, tetapi belum diedarkan, masih dalam proses pengembangan,” terangnya.
Buka hanya dua limbah ini saja, kata dia, pihaknya juga akan memproses seluruh limbah kulit di wilayah Sukaregang ini, supaya bermanfaat dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan di Kabupaten Garut ini.
“Selama ini limbah penyamakan kulit ini menjadi masalah sampai saat ini, kami akan coba mengolah supaya limbah ini bermanfaat untuk pertanian. Jadi kami akan menjadi solusi bagi lingkungan, pertanian hingga kesehatan,” paparnya.
Berangkat dari Keresahan Masyarakat Terhadap Limbah Kulit
H Muhamad Rian, menceritakan, awal mula dirinya mempunyai inovasi mengubah limbah penyamakan kulit menjadi pupuk organik ini berawal dari adanya keresahan masyarakat yang mengeluhkan terkait pencemaran lingkungan akibat limbah penyamakan kulit.
Rian yang merupakan pengusaha penyamak kulit di wilayah Sukaregang, Kecamatan Garut Kota ini mendapat tantangan dari masyarakat untuk menyelesaikan terkait limbah kulit yang mencemari lingkungan ini.
“Tahun 2020 saya diminta masyarakat untuk menyelesaikan persoalan limbah ini, kalau tidak pabrik penyamakan saya harus di tutup,” terangnya.
Dari desakan masyarakat itu, kata dia, dirinya mencoba memutar otak, karena pada saat itu dirinya tidak tahu mau melakukan tindakan apa terhadap permasalahan limbah kulit ini.
“Saat itu saya diberi waktu satu bulan untuk menyelesaikan masalah limbah ini, saya juga sempat stres bingung memikirkannya mau apa yang dilakukan,” terangnya.
Setelah beberapa hari, dirinya dipertemukan dengan orang yang biasa melakukan riset terhadap limbah. Setelah itu pihaknya sama-sama melakukan riset dan berhasil mendapatkan produk pupuk dari limbah penyamakan kulit ini.
“Saya riset dengan uang sendiri, tidak ada bantuan pemerintah. Barang-barang ada yang dijual, sampai saya susah untuk beli rokok juga. Alhamdulilah sekarang terbayar dengan produk ini,” terangnya.
Dengan adanya produk yang dihasilkan ini, kata dia, saat ini dirinya mulai menjalin kerjasama dengan seluruh pabrik penyamakan kulit di wilayah Sukaregang untuk mengumpulkan limbah hasil penyamakan dan tidak dibuang langsung ke sungai.
Saat ini produk pupuk organik cair dari limbah kulit ini mulai dikenalkan di berbagai negara. “Kami sudah ikut pameran di Amerika dan negara lainnya. Kami ingin produk ini dirasakan langsung manfaatnya oleh petani Garut, sehingga bisa meningkatkan pendapatan petani,” paparnya. (*)