GARUT, KABARNUSANTARA.ID — Nissa Wargadipura, aktivis lingkungan sekaligus Pendiri dan Pemimpin Pesantren Ekologi Ath-Thaariq, mendapatkan penghargaan bergengsi Food Hero’s FAO 2024 oleh Food and Agriculture Organization (FAO) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Penghargaan ini diberikan kepada 26 individu dari seluruh dunia yang dinilai memberikan kontribusi luar biasa dalam memastikan akses terhadap pangan yang beragam, bergizi, terjangkau, dan aman bagi masyarakat.
Penghargaan diberikan pada Pembukaan Global Family Farming Forum yang merupakan program Satu Dekade Pertanian Keluarga PBB (The United Nations Decade of Family Farming). Forum berlangsung di Plenary Hall FAO di Roma, Italia, 16 Oktober 2024 lalu.
Nissa Wargadipura mendapatkan penghargaan tersebut berkat dedikasinya dalam mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya pertanian keluarga dan agroekologi. Sejak mendirikan Pesantren Ekologi Ath-Thaariq pada tahun 2008, Nissa telah mengintegrasikan ilmu pertanian berkelanjutan dengan nilai-nilai keagamaan.
Pesantren ini menjadi pusat pendidikan yang membekali para santri dengan keterampilan dalam praktik pertanian ramah lingkungan dan pengetahuan mengenai ketahanan pangan, sebagai upaya menghadapi tantangan krisis iklim.
“Dalam pidato yang saya sampaikan pada pemberian penghargaan di Roma, saya menyatakan bahwa tahun 2008 menjadi tonggak berharga dimana gerakan lingkungan berbasis nilai-nilai Islam (baca: Green Islam) pertama kali diperkenalkan oleh Pesantren Ekologi Ath Thaariq (baca : Ath-Thaariq) dan memiliki kekhasan dan keunikan tersendiri. Ath Thaariq tidak hanya berdiskusi dalam dimensi teori saja, tetapi juga dalam praktek kehidupan sehari–hari. Ath-Thaariq memiliki pandangan dasar tentang metodologi Agroekologi[1] yang diadopsi melalui cara pandang Islam yang menjelaskan tentang Islam yang rahmatan lil’alamin (rahmat Allah SWT kepada semesta dan komitmen ber-akhlaq karimah/akhlaq mulia) kepada sesama dan semesta. Metodologi ini mengandung 3 (tiga) dimensi, yaitu sebagai ilmu, sebagai seperangkat praktik dan sebagai gerakan sosial”, ucap Nissa Wargadipura
“Agroekologi berhasil menjadikan Ath-’Thaariq sebagai organisasi yang berkembang kuat dan memberi contoh serta keteladanan dalam melindungi kearifan lokal, membuktikan resiliensi sehingga dapat melewati masa krisis Pandemic Covid-19 dan perubahan iklim. Hal ini dilakukan dengan menerapkan sistem polikultur (pola tanam dengan berbagai jenis tanaman pertanian pada lahan yang sama) sebagai upaya pemeliharaan keanekaragaman benih warisan turun menurun. Agroekologi berbasis agama ini melahirkan gerakan yang mengkombinasikan beberapa jenis pengetahuan, diantaranya: agama, ekologi-agroekologi, ekofeminisme, kearifan lokal, sirkuler ekonomi, ekonomi sosial solidaritas, kewirausahaan hijau, teknologi tepat guna, dan digitalisasi”, lanjut Pimpinan Pesantren Ath-Thaariq ini.
Pendekatan partisipatif yang diterapkan oleh Nissa berhasil menjadikan inisiatif yang awalnya diterapkan dalam keluarga, meluas menjadi sarana pemberdayaan komunitas lokal. Praktik pertanian berkelanjutan yang ia ajarkan membantu meningkatkan ketahanan pangan sekaligus melestarikan lingkungan. Salah satu inovasi yang dikembangkan adalah penggunaan benih warisan atau benih lokal yang adaptif terhadap iklim ekstrim Selain memperkuat ketersediaan pangan, benih ini juga mendukung terciptanya ekonomi sirkular dan ekonomi berbasis solidaritas sosial, dimana proses pertanian termasuk hasil panen dapat diakses oleh masyarakat sekitar.
Potensi keberlanjutan inisiatif yang dikembangkan oleh Nissa, melalui pengembangan modul “Green Islam” yang mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan lingkungan dan feminisme dalam Islam.
Pencapaian Nissa Wargadipura membuktikan bahwa perempuan adalah sosok yang memiliki kontribusi penting dalam mengatasi dampak perubahan iklim yang sedang melanda seluruh dunia.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Garut, Nurdin Yana, memberikan apresiasi kepada Nissa Wargadipura yang berhasil meraih penghargaan internasional Food HERO’s dari Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa atau Food and Agriculture Organization (FAO). Penghargaan ini diberikan sebagai bentuk penghormatan atas kontribusi Nissa dalam pengembangan agroekologi di Kabupaten Garut.
Apresiasi tersebut diungkapkan dalam pertemuan bersama Nissa di Ruang Pamengkang, Kecamatan Garut Kota, Minggu (27/10/2024).
Nurdin mengungkapkan kebanggaannya atas capaian Nissa yang dinilai mengangkat nama Kabupaten Garut di tingkat internasional. “Ini bukan prestasi yang ringan, tetapi sangat luar biasa,” ujar Nurdin Yana.
Selaku Pendiri dan Pemimpin Pesantren Ath-Thaariq, sebut Nurdin Yana, Nissa telah mengembangkan suatu inovasi agroekologi yang menggembirakan bagi Kabupaten Garut. Nurdin menilai, apa yang dilakukan oleh Nissa tak hanya bentuk keberpihakan terhadap alam, tetapi hal ini juga berdampak kepada masyarakat.
“Ini yang tentu mendapat apresiasi dari PBB, di mana PBB konsentrasi pada bagaimana alam itu tidak boleh berubah dengan konteks dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat, itu barangkali, dan Ath-Thaariq saya kira satu lembaga yang memang concern mengenai hal itu,” ucap Nurdin Yana.
Nurdin juga memuji pilot project yang dilakukan Nissa dengan menggandeng Generasi Z untuk mengembangkan kehutanan sosial dan agroekologi di Garut, yang sejalan dengan program pemerintah pusat.
“Mudah-mudahan ini menjadi pilot project sekaligus juga besok ketika sudah berkembang akan menjadi tujuan kajian masyarakat luas dari luar Kabupaten Garut,” lanjutnya.
Selain itu, Nurdin melihat potensi pengembangan proyek Nissa dalam membuka lapangan pekerjaan bagi generasi muda, terlebih saat ini lapangan pekerjaan sudah semakin sempit.
“Insya Allah besok hari-hari berikutnya masyarakat akan tertangani dengan gerakan-gerakan Bu Nissa secara implementatif di alam yang lebih luas,” ucapnya. (*)