GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di berbagai daerah yang banyak dinilai gagal oleh banyak kalangan. Tidak lepas dari tidak tepatnya komunikasi massa soal Covid-19 yang dibangun pemerintah selama ini.
“Komunikasi kemasyarakatan tentang Covid-19 oleh pemerintah selama ini, tidak tepat dan tidak akurat. Masih banyak informasi yang simpang siur dan keliru,” jelas Ahmad Buchari, dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran.
Menurut Buchari, segala informasi soal Covid-19, tidak boleh bias dan menakut-nakuti hingga membuat orang menjadi paranoid dan stress berlebihan. Namun, disatu sisi juga informasi yang disampaikan tidak bisa menyebutkan Covid-19 tidak berbahaya hingga membuat masyarakat menganggap enteng.
“Kegagalan pemerintah mengelola komunikasi publik yang efektif, membuat publik kehilangan kemampuan untuk memahami persoalan secara akurat dan terpercaya, terutama untuk menyikapi wabah dengan tepat,” katanya.
Menurut Buchori, informasi yang tepat dapat menjadi basis bagi masyarakat bertindak dan merespon situasi krisis dengan baik dan ikut mencari solusi yang tepat dalam merespon Pandemi Covid-19 ini. Namun, jika yang terjadi informasi banyak yang tidak jelas dan miss komunikasi antar pemangku jabatan, yang terjadi adalah seperti saat ini.
“PSBB di berbagai daerah gagal karena komunikasi masyarakat tidak dibangun dengan tepat, antar pemangku kebijakan juga masih sering miss komunikasi dan koordinasi, jadinya ya seperti ini,” katanya.
Buchori mencontohkan, informasi soal pola penyebaran virus misalnya, banyak informasi-informasi yang tidak jelas yang membingungkan masyarakat. Hal lainnya adalah soal informasi yang tidak komprehensif soal prosedur pemakaman korban Covid-19. Hal-hal ini, menurutnya justru menimbulkan reaksi berlebihan di masyarakat.
Buchori mengingatkan, komunikasi publik, juga menjadi kunci suksesnya kebijakan-kebijakan yang diambil di masa krisis. Dengan komunikasi publik yang baik, pesan-pesan kebijakan bisa secara cepat dan tepat ditangkap oleh berbagai pihak terkait.
“Hanya karena komunikasi publik yang buruk, kebijakan bisa jadi gagal pada tahapan implementasinya, ini banyak kasusnya seperti program-program Jaring Pengaman Sosial Pandemi Covid-19 hingga PSBB,” katanya.
Karenanya, Buchori menyarankan pemerintah membangun satu kanal atau rujukan informasi terkait Covid-19 yang berisi segala hal yang bisa menjadi panduan bagi semua pihak, termasuk pemerintah sendiri dalam mengambil kebijakan. Kanal informasi ini, harus diisi dengan basis data yang kuat hingga bisa menjadi pijakan semua pihak.
Keuntungan dari adanya satu kanal atau rujukan informasi resmi ini, menurut Buchori bagi pemerintah diantaranya adalah bisa menjadi pijakan penyusunan kebijakan agar tepat sasaran dan relevan. Sementara, bagi masyarakat informasi ini bisa menjadi pijakan untuk menyikapi secara proporsional.
“Sejak awal Covid-19, yang ada adalah multiple sources information, baik informasi yang berbasi di daerah maupun nasional dan juga antar lembaga, tidak ada satu rujukan kanal informasi yang disiapkan,” katanya. (*)
Reporter : AMK
Editor : AMK