Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara BK DPRD Garut Berpotensi Langgar Undang-Undang

Advokat dan pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, S.H

GARUT, KABARNUSANTRA.ID – Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara Badan Kehormatan (BK) di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Garut menjadi sorotan tajam.

Advokat dan pemerhati kebijakan publik, Dadan Nugraha, S.H menegaskan bahwa kondisi ini bukan hanya sekadar permasalahan administratif, tetapi juga berpotensi melanggar Undang-Undang dan mencederai kepercayaan publik.

“Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara BK di DPRD Garut merupakan permasalahan serius yang mengancam integritas dan akuntabilitas lembaga legislatif tersebut. Hal ini bukan hanya sekadar persoalan administratif, tetapi juga menyangkut kewajiban konstitusional dan implementasi peraturan perundang-undangan yang berlaku,” ujar Dadan Nugraha.

Landasan Hukum yang Dilanggar
Dadan Nugraha menjelaskan bahwa ketiadaan peraturan tersebut bertentangan dengan beberapa landasan hukum, antara lain, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Di mana
Pasal 22D UUD 1945 mengatur tentang hak dan kewajiban DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan, anggaran, dan legislasi. Ketiadaan Kode Etik dan Tata Beracara BK menghambat pelaksanaan fungsi pengawasan yang efektif.

Prinsip negara hukum yang diamanatkan dalam UUD 1945 menuntut adanya kepastian hukum dan penegakan etika dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah:
Pasal 154 mengatur tentang kewajiban DPRD untuk membentuk BK dan menetapkan Kode Etik.
Pasal 156 mengatur tentang tugas dan wewenang BK dalam menjaga kehormatan dan martabat anggota DPRD.

Peraturan ini juga memberikan kewenangan kepada DPRD untuk membuat peraturan tata tertib DPRD. Yang mana didalam peraturan tata tertib tersebut, harus memuat tentang kode etik dan tata beracara dari badan kehormatan.

Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah tentang Tata Tertib:

Setiap DPRD wajib memiliki Peraturan Tata Tertib yang mengatur mekanisme kerja BK, termasuk Kode Etik dan Tata Beracara.

Ketiadaan peraturan ini menunjukkan kelalaian DPRD dalam menjalankan kewajibannya.

Peraturan DPRD tentang tata tertib, adalah produk hukum yang di wajibkan oleh undang undang.

Implikasi Hukum yang Mengkhawatirkan
Menurut Dadan Nugraha, ketiadaan peraturan ini dapat menimbulkan implikasi hukum yang mengkhawatirkan, seperti:
Rentan Penyalahgunaan Wewenang: Tanpa Kode Etik dan Tata Beracara yang jelas, anggota DPRD berpotensi melakukan penyalahgunaan wewenang tanpa adanya mekanisme pengawasan dan penindakan yang efektif.

Hilangnya Kepercayaan Publik: Ketiadaan aturan yang jelas merusak citra DPRD dan mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga tersebut.

Pelanggaran Hukum: DPRD berpotensi melanggar UU 23/2014 karena tidak menjalankan kewajiban pembentukan BK dan penetapan Kode Etik.

Rekomendasi Mendesak
Dadan Nugraha mendesak DPRD Garut untuk segera mengambil langkah-langkah konkret, antara lain:

Pembentukan Pansus: Pimpinan DPRD harus segera membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk membahas dan menetapkan Kode Etik dan Tata Beracara BK.

Transparansi dan Partisipasi Publik: Proses penyusunan peraturan harus dilakukan secara transparan dan melibatkan partisipasi publik untuk memastikan akuntabilitas.

Penegakan Hukum: Jika ditemukan indikasi pelanggaran hukum, aparat penegak hukum harus bertindak tegas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

“DPRD Garut harus segera mengambil langkah konkret untuk menyelesaikan permasalahan ini. Integritas dan akuntabilitas lembaga legislatif adalah fondasi penting dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah yang bersih dan berwibawa,” pungkasnya. (*)

Pos terkait

Tinggalkan Balasan