Ini Poin-poin Penting Pendirian PT Perorangan UU Ciptakerja

  • Whatsapp

HUKUM, KABARNUSANTARA.ID – Pendirian badan usaha berbentuk perseroan terbatas (PT) saat ini dapat dilakukan oleh satu orang. Ketentuan ini merupakan amanat dari Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja untuk mendukung kemudahan berusaha.

Aturan pelaksana pendirian PT perorangan tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 8 Tahun 2021 tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil.

Bacaan Lainnya

Pada ketentuan lama, pendirian PT minimal dua orang dan terdapat batasan modal dasar minimal dianggap menjadi salah satu hambatan bagi pelaku usaha. Namun, pendirian PT perorangan tersebut terdapat prosedur dan persyaratan yang harus dipenuhi pelaku usaha. PT perseorangan hanya dapat didirikan untuk kriteria usaha mikro dan kecil. Kriteria usaha mikro ditentukan berdasarkan modal usaha maksimal Rp 1 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau hasil penjualan tahunan maksimal Rp 2 miliar.

Sedangkan usaha kecil ditentukan berdasarkan kepemilikan modal usaha lebih dari Rp1 miliar-Rp 5 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp2 miliar-Rp15 miliar. Ketentuan ini terdapat pada PP 7/2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah.

Besaran modal dalam pendirian PT perorangan ditentukan kemauan dan kemampuan pendirinya. Namun, penting diingat besaran modal tersebut bukan berarti PT perserorangan bisa didirikan tanpa modal. “Sebab, setelah PT nya didirikan berlaku ketentuan penempatan dan penyetoran penuh 25% dari modal dasar perseroan dan bukti penyetorannya disampaikan secara elektronik ke Kementerian Hukum dan HAM.

Penyampaian bukti setor dilakukan paling lambat 60 hari setelah pengisian Pernyataan Pendirian,” seperti dikutip dari Easybiz, Sabtu (13/3). Poin selanjutnya, pendirian PT perorangan bisa dilakukan tanpa akta notaris. Berbeda dengan aturan dan praktik yang sebelumnya dimana pendirian PT dimulai dengan pembuatan akta notaris dan pengesahan akta pendirian tersebut untuk bisa mendapatkan status badan hukum. Di aturan terbaru ini status badan hukum diperoleh setelah mendapatkan sertifikat pendaftaran secara elektronik.

Perlu diketahui pendirian untuk PT perorangan hanyalah untuk orang, bukan badan hukum. Kalau pendirinya adalah badan hukum atau pendirinya lebih dari 1 orang maka prosedur dan syaratnya masuk ke pendirian PT biasa. Sehubungan dengan tanggung jawab, PT perorangan adalah badan hukum yang pertanggungjawabaan pendiri sebatas modal perusahaan. Ketentuan ini berbeda dibandingkan badan hukum lainnya seperti Usaha Dagang (UD) dan Perusahaan Dagang (PD).

UU Cipta Kerja dan peraturan pelaksananya sangat tergantung pada Rencana Daerah Tata Ruang (RDTR) maka pendirian PT perorangan harus memperhatikan RDTR masing-masing daerah. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) UU Cipta Kerja yang menyatakan bahwa kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang merupakan kesesuaian rencana lokasi kegiatan dan/atau usahanya dengan RDTR.

Sehingga, pelaku usaha saat membuat PT biasa atau perorangan harus mengecek lokasi peruntukan usahanya berdasarkan masing-masing wilayah. Apabila kode pendirian PT tersebut tidak terdapat pada wilayah yang diinginkan maka pelaku usaha harus mencari lokasi yang lain. Hal ini karena setelah urusan pendirian PT selesai pelaku usaha harus lanjut ke proses perizinan usaha yang diproses melalui sistem Online Single Submission (OSS) yang sudah terintegrasi dengan RDTR.

Ketua Ikatan Alumni Fakultas Hukum Universitas Indonesia (Iluni FHUI) Ashoya Ratam mengaku diminta pendapatnya sebelum keluarnya PP 8/2021 ini. Dalam salinan pendapat yang diperoleh Hukumonline, ia mengatakan dari asas yang mendasari UU Cipta Kerja yang menjadi perhatian khusus dari Bab V dan Bab VI UUCK adalah Pasal 2 ayat 1 (d), (b), dan (c) yaitu kebersamaan, kepastian hukum, dan kemudahan berusaha tanpa mengabaikan asas lain yang termuat dalam UUCK.

UMKM memiliki kontribusi sebesar 60,3 persen dari total Produk Domestik Bruto Indonesia, dan berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik menyerap tenaga kerja paling banyak yaitu sebesar 97 persen dan 99 persen dari total lapangan kerja. Kenaikan jumlah UMKM, dalam kurun waktu 2 tahun dari 2018 di atas 8 juta orang, yakni 64,2 juta UMKM meskipun penting digarisbawahi dengan perkiraan cukup banyak rekaman data berulang atas pelaku UMKM yang sama.

UU Cipta Kerja dibentuk dengan penekanan pada penciptaan kerja sesuai dengan tujuan yang tertuang dalam Pasal 3 huruf a UUCK, yaitu menciptakan dan meningkatkan lapangan kerja dengan memberikan kemudahan perlindungan dan pemberdayaan terhadap Koperasi dan UMKM serta industri dan perdagangan nasional sebagai upaya untuk dapat menyerap tenaga kerja Indonesia yang seluas-luasnya dengan tetap memperhatikan keseimbangan dan kemajuan antar daerah dalam kesatuan ekonomi nasional.

“Paragraf awal memberikan penekanan terhadap Koperasi dan UMKM, sehingga dimaknai Koperasi dan UMKM akan menjadi fokus untuk mendapat perlakuan khusus dalam kemudahan berusaha dan fasilitasi dari pemerintah, khususnya dari Lembaga Pembiayaan,” ujar Ashoya dalam salinan dokumen yang diperoleh Hukumonline.

Dengan memahami tujuan UUCK, ia memperkirakan ada sejumlah persoalan yang akan timbul dari pembentukan pasal-pasal dalam UUCK khususnya Bab VI dengan memperhatikan 1 (satu) ayat yang menyinggung tentang Modal Usaha UMKM. Ia berharao Kementrian Hukum dan HAM bersama dengan Kementrian Koperasi dan UKM (2 dari 19 Kementrian) yang ditugaskan untuk menyusun Peraturan Pelaksananya dalam 3 bulan sejak 2 November 2020, menerima aspirasi dari stakeholders yang mengharapkan bahwa UUCK ini bukanlah hanya “produk hukum setengah jadi” namun secara nyata akan menumbuhkan investasi di Indonesia, dari dalam dan luar negeri.

Ashoya menambahkan dengan diubahnya ketentuan UU PT dalam Pasal 109 UUCK maka seharusnya peraturan turunan seperti PP 8/2021 bisa memberi kemudahan bagi UMKM dalam menjalankan usahanya baik dari tahaoan pendirian, pendaftaran dan juga perubahannya. Kemudian UMKM juga mendapat kemudahan dalam fasilitas pembiayaan dan terakhir data UMKM akan terekam dalam sistem di Kemenkumham yang akan menjadi basis data Kemenkop dan UKM.

“Untuk mencapai tujuan tersebut peran Lembaga Pembiayaan yang aktif diutamakan. Menarik untuk kita telusuri apa yang akan membuat 64,2 juta pelaku usaha UMKM (di luar yang sudah berbadan hukum) berkeinginan mendaftarkan badan usahanya menjadi suatu Perseroan Perorangan,” terangnya.

Jenis fasilitas apa lagi yang dapat dijanjikan Pemerintah, dan digelontorkan oleh Lembaga Pembiayaan Bank/Non-Bank? Saat ini beragam rupa fasilitas pembiayaan telah tersedia bagi UMKM. Bank BRI sebagai pemain utama di Kredit Usaha Rakyat sudah menyediakan fasilitas dengan nilai 1 s/d 25 juta tanpa jaminan. Perusahaan financial technology (fintech) yang menjamur membuat UMKM tumbuh lebih subur karena kemudahan yang diperoleh dari pemodal non Lembaga Keuangan dalam artian pemodal perorangan sebagai kreditur tidak langsung bagi para UMKM yang dijembatani oleh perusahaan fintech tersebut.

Sebelum dan sesudah masa pandemi kemudahan ini pun telah dirasakan oleh UMKM seperti program Mekaar sebagai bantuan Presiden yang merupakan bagian dari Pemulihan Ekonomi Nasional (“PEN”) bagi usaha mikro melalui PT Permodalan Nasional Madani, selain pembiayaan Ultra Mikro (“UMI”’) yang menyasar usaha mikro yang berada di lapisan terbawah, yang belum bisa difasilitasi perbankan melalui program KUR.

Sehingga pertanyaannya, bagaimana Lembaga Pembiayaan dapat memainkan peranannya, dengan cara sederhana mampu meyakinkan para pelaku usaha UMKM bahwa dengan memiliki Sertifikat Pernyataan Pendirian akan menimbulkan tingkat kepercayaan Lembaga Pembiayaan yang lebih tinggi, dimana Lembaga Pembiayaan memiliki data/info yang cukup dalam melakukan evaluasi atas calon debitur, dan debitur UMKM akan lebih mendapatkan kemudahan memperoleh fasilitas perbankan juga dalam hal size.

Sementara itu, Chief Executive Office Easybiz Leo Faraytody mengatakan jika membaca PP 8/2021 memang keinginan pemerintah agar proses pendirian perseroan untuk usaha mikro kecil jadi lebih mudah sudah terlihat. Apalagi ada konsistensi antara UU Cipta Kerja dan aturan turunan yang dimaksud, bahkan PP tersebut melengkapi apa yang diatur dalam UU Cipta Kerja.

“Tapi untuk melihat apakah ini efektif dan berjalan dengan baik harus menunggu sampai prosesnya berjalan,” ujar Leo.

Ia menambahkan dalam banyak hal ketika pemerintah pusat sudah membuat regulasi yang tujuannya mempermudah proses tersebut. Namun sayangnya di level bawahnya terutama berkaitan dengan mikro ada aturan sendiri yang justru berbanding terbalik dengan usaha yang dilakukan pemerintah pusat.

Terkait dengan kemudahan berusaha bagi UKM, Easybiz telah meluncurkan platform yang akan mempermudah dan membantu UKM dalam memperoleh Izin Usaha Mikro Kecil (IUMK) dan Nomor Induk Berusaha (NIB). Melalui platform ini, Easybiz akan memandu proses pengisian informasi sekaligus menjelaskan beberapa hal yang sering ditanyakan oleh UKM ketika mereka akan mengajukan IUMK dan NIB melalui sistem Online Single Submission (OSS) versi 1.1.

Pos terkait