Indonesia Wajib Benahi Biaya Logistik, Akibat Resesi Singapura

  • Whatsapp
Kapal kargo bersandar di dermaga Pelabuhan Makassar New Port (MNP), Makassar, Sulawesi Selatan, Senin (25/3/2019). - Bisnis/Paulus Tandi Bone

JAKARTA, KABARNUSANTARA.ID – Asosiasi Logistik Indonesia (ALI) menilai resesi Singapura tidak berdampak secara langsung terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia dan aktivitas logistik. Namun, daya beli rendah dan biaya logistik tinggi menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah Indonesia.

Zaldi Ilham Masita Ketua ALI menyebut bahwa Indonesia tidak terimbas secara langsung dari resesi Singapura, namun sampai saat ini konsumsi dalam negeri merosot tajam karena banyak terjadi PHK, pemotongan gaji dan sebagainya.

Bacaan Lainnya

“Ekonomi Indonesia yang selama ini bertumpu pada konsumsi domestik juga akan terpukul karena melemahnya daya beli masyarakat yang semakin hari semakin rendah dan sudah pasti logistik juga akan terpukul, secara overall logistik sudah minus 50 persen dibandingkan dengan tahun lalu,” jelasnya dilansir dari Bisnis.com, Kamis (16/7/2020).

Bahkan ia menyebut kemerosotan aktivitas logistik itu akibat banyaknya industri yang belum beroperasi secara normal dan banyaknya sektor jasa yang terpukul karena Covid-19. Sehingga, aktivitas logistik yang sangat berkaitan dengan aktivitas industri turut terdampak signifikan.

Dalam hal ini ALI meminta pemerintah menghapus semua biaya-biaya yang membuat ekonomi tinggi seperti pendapatan negara bukan pajak (PNBP), pungutan dari BUMN dan pemerintah daerah.

Tak hanya itu, ia menegaskan harus dihapusnya praktek pungutan liar agar biaya bisa turun untuk bisa menaikkan kembali daya beli masyarakat.

“Logistik adalah enabler dari industri dan perdagangan, logistik akan naik bila industri dan perdagangan juga naik, tapi jangan-jangan logistik menjadi penghalang industri dan perdagangan karena biaya logistik yang masih tinggi,” katanya.

Di masa sulit pasca Covid-19 ini, seluruh pihak wajib berfokus menurunkan biaya logistik yang dinilai masih tinggi sebesar 24 persen dari PDB agar ekonomi domestik dapat kembali bergairah.

Reporter : Mimbar

Editor : ST

Pos terkait