Gurat-Garit-Garutan #5
Oleh : Asep Maher
“Sabab pikeun ngaing teu pantes jadi Raja, lamun Somah sakabehna lapar bae jeung balangsak”. Demikian tutur Prabu Siliwangi di situasi krisis Padjajaran, yang tercutat dalam Naskah Pantun Bogor (Uga Wangsit Siliwangi). Ucapan Sang Prabu ini sedang menegaskan sebuah sikap etik dan moral mendasar yang jadi ciri sejati pemimpin kemanusiaan-kerakyatan.
Bahwa kepantasan seorang pemimpin itu ditandai oleh kesediaan dirinya tersandera oleh kedaruratan yang lain, yaitu situasi “Somah yang lapar dan balangsak”. Alih-alih menjadi penyebab penderitaan rakyat (somah), sekalipun acuh akan keterancaman kehidupan kerakyatan sedemikian, maka tak patutlah bagi seorang pemimpin.
Diri yang tergugat oleh situasi kedaruratan sesama serta bersama (alam) akan melahirkan sikap peduli dan mengambil tanggung jawab atasnya. Sebuah sikap yang perlu kembali dihayati dan direnungkan duduk penting perkaranya ditengah situasi kedaruratan sosial kemanusiaan dan alam lingkungan, akibat lansung dari krisis etik kepemimpinan sosial kita saat ini.
Etik dan Moral Kemanusiaan ; Peduli dan Tanggung Jawab
”Kullukum ra’in, wa kullukum mas’ulun an ra’iyyatihi”. Bahwa setiap kita adalah pemimpin jika bersedia mengambil pertanggungjawaban akan keberadaan yang liyan. Kabar Kenabian ini mengisyaratkan akan etik mendasar kemanusiaan, yakni mau peduli akan keselamatan yang liyan lalu menjadikannya disposisi moral tanggung jawabnya.
Yang liyan ini tampil dihadapannya sebagai anda (orang ke-2 tunggal), mereka (orang ke-3 jamak) dan alam (pihak ke 2 jamak). Tandesnya, gugatan keberadaan demi keberlangsungannya kehidupan sesama dan bersama. Maka kemanusiaan sebagai kedirian (Saya, orang pertama tunggal) akan senantiasa tertuntut untuk menjaga keselamatan dan kesinambungan hidup sesama dan bersama itu.
Dengan kata lain, saya (kita) akan selalau tersandera oleh potensi keterancaman (mortalitas) anda yang dihadapanku, mereka yang dekat (keluarga, tetangga, komunitas), mereka yang jauh (seluruh penduduk negeri), serta ekosistem alam beserta ragam mahluk biologinya. Dari sini etik peduli dan moral tanggung jawab itu muncul, yang lalu jadi perilaku ajeg personal dan kebijakan sosial.
Matan hadist di atas mengkonfirmasi nubuah Kitab Suci akan yang ontologis menjadi etis. Bahwa dasar keberadaan (ontologi) manusia sebagai hamba yang senantiasa akan tergantung kepada Tuhan (Abdulloh), menuntunnya pada etik menjaga dan perilaku memelihara atas rahmat semua keberadaan yang tergelar dihadapannnya (Kholifatulloh). Karena status ontologis dan etis demikian maka kemanusiaan adalah kepemimpinan di muka bumi.
Someah Hade ka Semah ; Etika Sosial Kullukum Ra’in
Setiap kita adalah pemimpin dengan etik peduli serta moral tanggung jawabnya dalam macam ekspresi dan tindakan. Sikap dan perilaku itu dalam kebudayaan kasundaan dapat diwakili oleh kata dan ekspresi “Someah”. Kita menghayati kata Someah sebagai ungkapan kepedulian, keterbukaan dan keramahan kepada yang lain. Semisal ungkapan “Someah hade ka Semah” menunjukan rasa peduli, terbuka hati dan pintu, serta suguhan keramah-tamahan bagi sesama yang datang bertamu.
Bagi sang tuan rumah, bahkan keasingan semah (tamu) yang datang dengan kemungkinan aspirasinya, baik susah ataupun senang, diterima terlebih dahulu dengan sensabilitas rasa yang terbuka untuk menerima dan mendengar. Serupa etik peduli pada yang lain sedang dipraktekan dengan tegas di sini.
Sebagai kebudayaan, kasomeahan telah menjadi ciri manusia Sunda dan mapan dalam cara hidup keseharian bersama antar sesama, kapanpun dan dimanapun. Serangkai keadaban sosial yang spontan mengguluyur begitu saja sebagai akhlakul karimah. Dan kasomeahan adalah dasar ekspresi kepemimpinan yang peduli dan bertanggung jawab pada sesama.
Someah Hade ka Somah ; Etika Politik Mas’ulun an Ra’iyyatihi
Bagaimana jika kasomeahan ini tidak hanya kepada sesama yang akrab dan dekat, tapi melapaui bagi mereka yang asing dan jauh, bahkan terhadap alam yang melingkungi kehidupan bersama ?. Kita bisa merumuskan ini dengan ungkapan “Someah hade ka Somah”. Sebuah kepedulian dan tanggung jawab kepada keseluruhan kehidupan bersama ; rakyat kebanyakan dan lingkungan alam sekitar. Tiba di sini kita membutuhkan apa yang disebut sistem dan cara Politik.
Politik pada pengertian awalnya ialah etika sosial yang luas. Sebuah etik dan moral dalam penyelenggaraan kebaikan kehidupan bersama yang menyeluruh. Maka tepat di sini, Someah dapat menjadi semacam Etika Politik dalam kebudayaan kita.
Praktisnya kita bisa rumuskan, “Someah hade ka Somah” sebagai Etika Politik pertanggungjawaban semesta adalah etik peduli dan moral tanggung jawab terhadap ancaman kedaruratan kerakyatan dari harapan-harapan baik dan kebutuhan-kebutuhan mendasarnya, juga penjagaan dan pemeliharaan alam lingkungan beserta ekosistem biologinya dari ancaman kedapat-punahannya.
Dalam konteks Garutan, kasomeahan tersebut di atas musti melahirkan agenda-agenda antisipatif dari kedaruratan dan rencana-rencana strategis untuk perlindungan dan pemajuan kebaikan kehidupan menyeluruh masyarakat dan alam lingkungan Garut. Itulah kepemimpinan yang “Someah hade ka Somah”.
Garut Someah ; sebuah Visi Bupati
Segugus harapan “Garut Someah” sedang diperjuangkan sebagai Visi Bupati/Wakil Bupati 2024-2029. Meski kata SOMEAH di situ akronim dari, “Sehat dan Cerdas Orangnya, Makmur dan Sejahtera Ekonominya, Harmoni dengan Budaya dan Lingkungan Alamnya”, namun ingatan pada kalbu kebudayaan kasundaan akan kasomeahan terlihat diapresiasi keberadaannya, dilandaskan etiknya dan diguratkan tradisinya.
Dari visinya, kepemimpinan Paslon Someah akan berjuang mewujudkan Garut Someah dengan agenda antisipatif kedaruratan dan rencana stretegis perlindungan dan pemajuan kemaslahatan kehidupan bersama menyeluruh, yaitu kesehatan jiwa raganya, kesejahteraan ekonominya, pemeliharaan tradisi kerakyatannya juga penjagaan dan pemulihan lingkungan alam surgawinya Garut.
Syahdan, garitan ini sebuah apresiasi atas visi Garut Someah yang cerdas secara politik dan make sense secara budaya itu. Sebentuk kareueus sekaligus harapan, dengan mengulik lebih dalam duduk perkaranya, ketersambungan silsilahnya lagi urgensitasnya pada etik, moralitas dan kebijakan pemimpin kemanusiaan-kerakyatan, sebagaimana para pemimpin pendahulu dalam aliran sejarah keadaban kita.. Dengan “Balik ka Kasomeahan Pamingpin”, menetap kembali “Kasomeahan Garut” yang berberkah buat semua. Semoga.
Cag, Rampes..