BKKBN Jabar Apresiasi TNI, Bantu Percepatan Penurunan Stunting

  • Whatsapp

KABARNUSANTARA.ID – Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Barat menyampaikan terima kasih dan apresiasi tinggi atas kiprah Tentara Nasional Indonesia (TNI) di berbagai tingkatan dalam program percepatan penurunan stunting di Jawa Barat. Kesediaan pimpinan TNI hingga unsur pembina desa untuk menjadi bapak asuh anak stunting (BAAS) menjadi energi baru dalam upaya mempercepat penurunan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024 mendatang.

Ucapan terima kasih tersebut disampaikan langsung Kepala Perwakilan BKKBN Jawa Barat Wahidin dan Deputi Bidang Keluarga Berencana dan Kesehatan Reproduksi (KBKR) BKKBN Eni Gustina pada Malam Kadeudeuh BAAS di Prime Park Hotel, Kota Bandung, akhir pekan kemarin. Lebih dari sekadar urusan stunting, keduanya juga menilai TNI berperan besar dalam mendukung program pembangunan keluarga, kependudukan, dan keluarga berencana (Bangga Kencana), khususnya melalui kegiatan TNI Manunggal Bangga Kencana-Kesehatan Terpadu (TMKK) yang rutin dilaksanakan setiap tahun.

Bacaan Lainnya

“Kalau TNI sudah turun tangan, biasanya penyelesaian masalah menjadi lebih mudah. Termasuk dalam program percepatan penurunan stunting ini. Seperti kita ketahui, babinsa di desa itu dianggap tahu segalanya. Wajar jika kemudian masyarakat turut bertanya mengenai stunting kepada babinsa. Dalam hal ini, babinsa menjadi pusat informasi percepatan stunting bersama tim pendamping keluarga (TPK) kita,” ungkap Wahidin.

Dalam laporannya, Wahidin menjelaskan, Malam Kadeudeuh BAAS didasari keinginan mulia dalam rangka pencegahan dan penanganan stunting di Jawa Barat, sehingga Jawa Barat Zero New Stunting pada 2023 dapat tercapai. Tujuan lebih besar lagi adalah guna mempersiapkan Generasi Emas 2045 untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) unggul dan bersaing yang ditandai dengan kecerdasan komprehensif (produktif dan inovatif), damai dalam interaksi sosial dan berkarakter kuat, sehat menyehatkan dalam interaksi alamnya, dan berperadaban unggul.

Lebih jauh Wahidin mengungkapkan, angka prevalensi stunting Jawa Barat berdasarkan Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sebesar 24,5 persen. Sementara prevalensi berdasarkan e-PPGBM Provinsi Jawa Barat yang didasarkan pada Bulan Penimbangan Balita (BPB) Agustus 2022 tercatat sebesar 5,91 persen atau sebanyak 184.022 Balita. Wahidin berharap hasil SSGI 2022 tidak jauh dari catatan e-PPBGM 2022.

“Mewujudkan SDM unggul, tangguh, dan berkualitas sangat memerlukan effort luar biasa dari semua pihak, tidak saja hanya dari pemerintah, namun juga dari pihak swasta, masyarakat sipil, perguruan tinggi, dan media. Ini sesuai dengan amanat Perpres Nomor 21 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting maupun Peraturan BKKBN Nomor 12 tahun 2021 tentang Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Angka Stunting Indonesia Tahun 2021-2024 yang menegaskan pentingnya penanganan dilakukan secara konvergen, holistik, integratif, dan berkualitas melalui kerja sama multisektor di pusat, daerah, dan desa,” papar Wahidin.

Lebih khusus mengenai BAAS, Wahidin mengungkapkan inisiasi ini lahir pada pertengahan tahun, ditandai dengan penerbitan Panduan BAAS yang kemudian ditindaklanjuti dengan terbitnya surat edaran Kepala BKKBN Nomor 560.a/HL.01.01/G2/2022, tanggal 7 Juni 2022 tentang Permohonan Menggelorakan dan Menghimbau Mitra untuk Menjadi BAAS. Pada bulan yang sama, dilakukan penandatanganan kerjasama Program BAAS Jawa Barat antara BKKBN dengan BAZNAS. Genderang BAAS memberikan resonansi lebih besar setelah penyematan Duta BAAS Nasional kepada Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman dalam acara puncak Hari Keluarga Nasional (Harganas) di Yogyakarta, 29 Juni 2022.

“Di Jawa Barat, Bapak Gubernur memberikan bantuan bagi keluarga dengan bayi stunting dan berisiko stunting sebanyak 12 keluarga pada acara puncak Harganas Jawa Barat di Kabupaten Kuningan pada Juli 2022. Selanjutnya, program bergulir di beberapa wilayah, di antaranya Karawang dan Subang. Malam ini, kita menggelar Malam Kadeudeuh Penggalangan Donasi Program BAAS. Malam Kadeudeuh ini diharapkan dapat menghimpun komitmen mitra pembangunan untuk bersama-sama dengan pemerintah berkontribusi melalui donasi dalam rangka intervensi tatalaksana pencegahan stunting,” ungkap Wahidin.

“Apresiasi yang setinggi-setingginya kepada seluruh mitra yang sudah memberikan kepedulian baik melalui donasi langsung atau pendekatan corporate social responsibility (CSR) maupun program yang mengarah kepada community development. Kami mencatat, beberapa wilayah sudah melakukan kolaborasi melibatkan aparatur pemerintah/TNI/Polri dan mitra pembangunan serta lembaga zakat Baznas. Kota Sukabumi dan Kabupaten Sukabumi menggandeng Dompet Dhuafa serta Rumah Zakat Indonesia dalam tata laksana pencegahan stunting hasil dari audit kasus stunting,” Wahidin menambahkan.

TNI Mitra Strategis Percepatan Penurunan Stunting

Di tempat yang sama, Deputi Bidang KBKR BKKBN Eni Gustina mengapresiasi Jawa Barat yang dianggapnya penuh inovasi dalam percepatan penurunan stunting. Sebut saja misalnya gerakan Ngawal Jawa Barat Zero New Stunting (Ngabring), Obrolan Daring Stunting (Odading), dan terakhir memprakarsai Jabar Stunting Summit 2022.

“Atas nama Bapak Kepala BKKBN, kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak Gubernur dan forum pimpinan daerah Jawa Barat yang telah memberikan dukungan luar biasa pada percepatan penurunan stunting. Terima kasih mala mini telah turut hadir Ketua Harian Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Jawa Barat Kepala Bappeda, Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana Jawa Barat, para Danrem dan Dandim serta mitra kerja lainnya,” ungkap Eni.

Eni mengaku surprise BAAS mendapat sambutan hangat berbagai lapisan. Ini membuktikan rakyat Indonesia merupakan bangsa yang peduli dan dermawan. Begitu KSAD Dudung mengatakan siap menjadi Bapak Asuh Anak Stunting, sambung Eni, langsung waktu itu juga Kepala Staf Presiden Moeldoko mengatakan siap menjadi bapak asuh untuk 50 anak. Beberapa yang hadir juga mengatakan “Saya ambil sekian anak”, termasuk Pertamina, kemudian bank daerah, dan sejumlah pihak lainnya menyatakan keinginan untuk memberikan bantuan dalam bentuk BAAS.

“Saya sangat mengapresiasi kepada jajaran TNI karena memang dari mulai Bapak Panglima sampai babinsa betul-betul mendukung, bahkan luar biasa mendukung, program pecepatan penurunan stunting. Kami melakukan roadshow ke 10 provinsi, ternyata luar biasa. Ternyata semua wilayah sangat mendukung, termasuk dalam kegiatan TMKK misalnya. Dari semula target 2 juta akseptor, capaiannya melebihi target 2 juta tadi,” imbuh Eni.

Selama roadshow bersama Panglima TNI, Eni menemukan hampir semua Komandan Distrik Militer (Dandim) memiliki rata-rata 10 anak asuh stunting. Di level bintara pembina desa (Babinsa), rata-rata setiap babinsa memiliki satu anak asuh.

“Ya Allah, kadang saya berpikir ini sampai sebegitunya. Orang-orang merasa ini tugas kita bersama. Kami pun demikian. Jajaran kami di BKKBN, termasuk staf saya di Kedeputian KBKR. Bahkan, ada sembilan orang patungan dan punya satu anak,” papar Eni.

Eni berharap para Danrem dan Dandim bisa melihat langsung anak asuhnya. Dengan begitu, setiap bapak asuh bisa memonitor perkembangan anak asuh masing-masing. Jika anak asuh tersebut ternyata sudah “lulus”, maka bantuan bisa dialihkan kepada anak stunting lainnya.

“Kemarin misalnya kami mendapat laporan bahwa anak asuh yang kami dampingi ada yang sudah lulus. Dalam enam bulan itu ada yang berat badannya memenuhi kriteria sesuai dengan berat badan anak seumur itu. Tinggi badannya juga sudah sesuai. ‘Ini kami masih punya uang lho, Bu,’ kata Kepala Dinas KB-nya. Lha kok masih sisa, ternyata tidak semua harus Rp 450 ribu sebulan. Di beberapa tempat, sejumlah makanan bergizi bisa didapatkan lebih murah dari harga perkiraan kami sebesar Rp 450 ribu per bulan,” kata Eni.

Mulut Bicara Stunting, Kaki-Tangan Bicara KB

Di bagian lain, Eni menyampaikan bahwa stunting pada dasarnya tidak lepas dari tugas pokok dan fungsi BKKBN. Ini terjadi karena dalam proses pendampingan, mulai dari poses calon pengantin (Catin) hingga pascapersalinan selalu terkait langsung dengan pelayanan keluarga berencana (KB). Dalam Bahasa Eni, “Mulutnya bicara stunting, tapi kaki-tangannya bicara pelayanan KB.”

“Kami BKKBN sudah bekerjasama dengan Kemeneterian Agama dan Kementerian Kesehatan. Ketika catin datang ke KUA, kemudian diperiksa oleh petugas kesehatan, oleh petugas KB dimasukkan ke dalam aplikasi Elsimil. Ketika ditemukan risiko, intervensinya adalah pelayanan KB. Maka kita katakan, ‘Mulutnya bicara stunting, tapi kaki-tangannya bicara pelayanan KB.’ Karena kalau umurnya belum cukup, kita harus edukasi dulu untuk menggunakan kontrasepsi dulu. Masih anemia, kita pakai kontrasepsi dulu, indeks massa tubuh (IMT) belum cukup atau dia masih kekurangan energi kronis (KEK), kontrasepsi dulu,” ungkap Eni.

“Demikian juga dengan ibu hamil. Kita masukan ke dalam Elsimil. Jika ditemukan risiko, kita intervensi dulu. Ibu harus ada interval kelahiran. Karena interval ini juga sangat penting sekali. Dulu cukup dua tahun, sekarang setelah ada penelitian mutakhir menjadi tiga tahun. Yang terbaik adalah melewati lima kali masa gestasi. Jadi 4,5 tahun merupakan risiko terendah kematian ibu, risiko terendah kematian bayi, dan risiko terendah stunting. Sudah ada beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa lima kali masa gestasi adalah jarak terbaik untuk interval kelahiran,” Eni melanjutkan.

Pun ketika pendampingan kepada anak di bawah lima tahun (Balita). Ketika menemukan seorang anak berisiko stunting, maka ibunya disarankan ikut KB. Di sinilah pentingnya identifikasi keluarga berisiko stunting karena dari data ini bisa dilakukan pendampingan selama 1000 hari pertama kehidupan (HPK). Agar dapat menekan risiko tadi, sambung Eni, TPK memberikan pendampingan, baik ibu hamil dari keluarga miskin atau ibu hamil dengan penyakit tertentu atau ibu hamil dengan anemia.

“Selama ini Kementerian Kesehatan sudah memiliki penambahan makanan tambahan berupa biskusit, tetapi ternyata ini juga tidak efektif. Kita tentu tidak bisa menyalahkan, ternyata makanan tambahannya ada di pos jaga atau makana tambahannya menjadi suguhan. Ini tidak sesuai dengan sasaran. Untuk itu, kami berterima kasih sekali kepada babinsa yang sudah menggerakkan pelayanan KB maupun bersama-sama melakukan identifikasi keluarga berisiko stunting untuk kemudian bersama-sama melakukan penggerakkan,” papar Eni.(*)

Pos terkait