Berpeluang Besar Gagal, Anggota DPRD Garut Minta Program Bagi-bagi Telur Dievaluasi

  • Whatsapp

GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Program bagi-bagi telur bagi anak stunting yang dicanangkan Pemkab Garut selama 90 hari, diminta untuk dievaluasi oleh anggota DPRD Garut Wawan Sutiawan.

Dari hasil pemeriksaan yang dilakukannya di lapangan di beberapa Puskesmas, program tersebut berpeluang jadi program gagal.

Bacaan Lainnya

“Kita khawatir ini jadi program gagal, padahal anggaran untuk pengentasan stunting cukup besar, tapi pelaksanaannya di lapangan belum maksimal,” jelas Wawan, Kamis (18/08/2022) usai melakukan Inspeksi Mendadak (Sidak) ke Puskesmas Karangmulya, Kecamatan Karangpawitan.

Wawan menuturkan, salahsatu permasalahan besar yang dihadapi program bagi-bagi telur ini adalah, tidak adanya Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis (Juklak Juknis) distribusi telur sampai ke penerima.

Tidak adanya Juklak Juknis distribusi ini, menurut Wawan membuat distribusi telur sampai ke penerima tidak ada pola yang jelas. Padahal, petugas di lapangan ditekan agar telur bisa diterima oleh anak sasaran dan harus dipastikan di konsumsi.

“Petugas lapangan tidak mendapat arahan yang jelas, padahal mereka diharuskan memastikan telur diterima dan dikonsumsi, karena tidak ada juklak juknis, berita acara penerimaan barang dari dinas sampai ke penerima pun tidak ada, buktinya hanya foto-foto saja,” katanya.

Selain juklak juknis distribusi, menurut Wawan dari temuan di lapangan dirinya juga mendapati, Puskesmas mendapat beban operasional baru untuk distribusi telur hingga ke penerima. Karena, program ini tidak menyertakan anggaran pendamping untuk distribusi telur sampai ke tingkat penerima.

“Untuk di Karangmulya mungkin tidak masalah, operasionalnya tidak besar, tapi kalau Puskesmas di Garut Selatan, ini masalah, mereka sepuluh hari sekali harus mengambil telur dari kantor Dinas Kesehatan, lalu dibagikan,” katanya.

Masalah distribusi ini, menurut Wawan jangan dianggap enteng oleh Pemkab Garut, karena distribusi ini menjadi salahsatu ujung tombak keberhasilan program ini. Jika distribusi telur tidak lancar, Wawan khawatir program ini gagal.

“Programnya sudah bagus, tapi kalau masalah distribusi ini tidak dicarikan solusinya, program ini bisa gagal, karena selama tiga bulan ada 9 kali pengiriman telur, satu kali pengiriman untuk sepuluh hari,” katanya.

Wawan khawatir, masalah distribusi juga menyebabkan konsumsi telur anak stunting yang seharusnya selama 90 hari berturut-turut bisa terputus dan hasil yang diharapkan dari pemberian makanan tambahan ini terganggu.

“Kalau 10 hari kedua, ketiga atau seterusnya distribusi masalah, hingga anak stunting terputus mengkonsumsi telur, kita khawatir capaian yang diharapkan juga terganggu,” katanya.

Kepala Puskesmas Karangmulya, Amilia mengakui, pihaknya memang tidak menerima juklak juknis distribusi telur bagi anak stunting. Namun, ada arahan lewat grup Whats App dari dinas untuk distribusi telur tersebut bersama Tim Pendamping Keluarga.

Sementara soal anggaran distribusi telur hingga ke penerima, menurut Amilia, memang tidak ada anggaran khusus yang diberikan dinas kepada Puskesmas.

Namun, untuk Puskesmas Karangmulya dengan wilayah kerja tiga desa dan dua kelurahan di Kecamatan Karangpawitan, operasional tersebut jadi tanggungjawab bidan desa dan Tim Pendamping Keluarga. (*)

Pos terkait