Banjir Di Hulu Sungai Cimanuk Bukan Karena Hujan Deras

  • Whatsapp

GARUT, KABARNUSANTARA.ID – Konsorsium Penyelamatan Cikuray (KPC), membantah semua pernyataan pemerintah terkait penyebab banjir di beberapa kecamatan yang jadi kawasan hulu Sungai Cimanuk yang menyebut banjir disebabkan hujan deras.

Banjir di kawasan hulu Sungai Cimanuk, dalam pandangan KPC terjadi karena rusaknya kawasan hutan di hulu sungai Cimanuk.

Bacaan Lainnya

“Ada kesalahan cara pandang banyak pihak terkait penyebab bencana banjir dan longsor, seperti banjir kemarin misalnya di Kecamatan Cikajang, Cisurupan dan Banjarwangi yang jadi kawasan hulu Sungai Cimanuk,” jelas Usep Ebit Mulyana, coordinator KPC, Jumat (09/04/2020).

Ebit menuturkan, siklus hujan tiap tahun pada prinsipnya tidak jauh berbeda jika dihitung secara debitnya.

Yang berbeda, menurutnya adalah daya dukung alam yang saat ini terus mengalami penurunan kualitas.

Jikapun ada hujan dengan intensitas tinggi, biasanya terjadi dalam kurun waktu tertentu seperti siklus lima atau sepuluh tahunan.

Banjir di kawasan hulu Sungai Cimanuk yang terjadi di Desa Mekarjaya Kecamatan Cikajang misalnya, yang terjadi akibat luapan sungai Cibarengkok yang bermuara ke Sungai Cimanuk.

Menurut Ebit, luapan terjadi karena daya serap kawasan hulu sudah berkurang karena hutan berubah menjadi lahan tanaman produktif.

“Banjir di Desa Mekarjaya, dalam catatan kita sudah terjadi sejak tahun 2014 dan hampir terulang tiap tahun. Penyebabnya Sungai Cibarengkok meluap, karena air dari kawasan hulu semua tumpah ke sungai, daya serap kawasan sudah turun karena alih fungsi lahan,” katanya.

Ebit menuturkan, kondisi hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) Cimanuk, tidak lepas dari keberadaan tiga gunung di Garut yaitu Gunung Mandalagiri, Cikuray dan Papandayan.

Saat ini, tingkat kerusakan hutan di tiga gunung tersebut, sudah cukup tinggi.

“Di Mandalagiri saja, yang jadi hulu Cimanuk, kerusakan sudah sangat jelas, alih fungsi lahan sudah sampai kawasan puncak, termasuk titik mata air Cibarengkok yang mengalir ke Sub DAS Cikuray dan kemudian bermuara di Cimanuk,” jelasnya.

Dari data yang dihimpun KPC bersama beberapa organisasi lingkungan, menurut Ebit di kawasan Gunung Mandalagiri, sedikitnya ada 150 titik mata air yang bermuara ke Sungai Cimanuk kearah utara dan sungai-sungai lain yang bermuara di wilayah pantai selatan Garut.

Karena alih fungsi lahan, mata air tersebut kebanyakan saat ini berada di kawasan kebun warga dengan kondisi yang rusak.

Ebit melihat, selama ini pemerintah daerah tidak pernah menyentuh akar permasalahan dari bencana alam yang rutin terjadi di kawasan hulu Sungai Cimanuk.

Karena, sampai saat ini tidak terlihat upaya serius dari pemerintah untuk menanggulangi pemulihan kawasan karena berbagai alasan.

“Kawasan Gunung Mandalagiri ini, pemilik lahan terbesarnya adalah Perhutani, perkebunan dan BUMD milik pemerintah provinsi (PDAP), ini yang sering dijadikan alasan pemerintah daerah, karena kawasan dibawah kuasa BUMN atau BUMD,” katanya.

Selain Mandalagiri, penyumbang bencana banjir juga datang dari kawasan Gunung Cikuray dimana tingkat kerusakan tertinggi di Gunung Cikuray terjadi di wilayah Cigedug yang kemarin juga ikut diterjang banjir saat hujan turun.

“Meluapnya sungai Cimanuk, akan tetap jadi agenda rutin yang tidak akan berhenti dan bahkan bisa semakin buruk jika sumber masalah utamanya tidak pernah diperbaiki,” jelasnya. (*)

Reporter : AMK

Editor : AMK

Pos terkait