GARUT|KABARNUSANTARA.ID – Kaum pergerakan jejaring aktivis 98 yang tergabung dalam Perhimpunan Pergerakan Jejaring Nasional Aktivis 98, menyerukan upaya rekonsiliasi tanpa intoleransi dan radikalisme pasca Pilpres 2019.
Baca juga : Danrem Cup Ke V Garut Sudah Bergulir, 58 Tim Berebut Piala Bergilir
Seruan ini, disampaikan usai para aktivis menggelar forum diskusi Kamis (29/08/2019) di Hotel Bintang Redante, Tarogong, Garut. Usai diskusi, para aktivis pun melakukan pembacaan deklarasi gerakan nasional membela Kewibawaan Presiden dan Kedaulatan NKRI.
“Tujuan rekonsiliasi nasional adalah terbangunnya kebersamaan, tanpa ada aksi intoleransi dan radikalisme yang jelas-jelas ditentang oleh semua pemeluk agama,” jelas KH Asep Ahmad Hidayat, Wakil Presiden Serikat Islam Indonesia, Kamis (29/08/2019).
Baca juga : Pemerintah Tanggung Biaya Kematian Dua Jemaah Haji Asal Tangsel
Asep yang juga Pimpinan Pondok Pesantren Jawiyah Darussufi Cibunar, Tarogong Kidul Garut menegaskan, Indonesia dibangun dan diperjuangkan secara bersama-sama semua anak bangsa tanpa terkecuali. Karenanya, intoleransi dan radikalisme bukan budaya bangsa Indonesia. Budaya bangsa ini menurutnya adalah saling menghargai.
“Hilangkan sikap arogan dalam membangun bangsa ini secara bersama-sama, budaya kita adalah saling menghargai dan menghormati,” jelas Asep yang juga menjadi narasumber dalam forum diskusi tersebut.
Sementara, menurut Dony Mulyana, Ketua DPP Barisan Islam Moderat (BIMA), Pilpres 2019, tidak bisa dibantah membuat masyarakat terbelah karena perbedaan pilihan. Namun, bangsa Indonesia mampu menorehkan sejarah karena bisa melalui Pilpres dengan aman dan damai. Karena, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar bagi setiap orang.
Apa yang dilakukan Presiden dan Wakil Presiden terpilih Joko Widodo dan KH Maaruf Amin mengambil langkah rekonsiliasi pasca Pilres dengan cara bertemu dengan calon presiden Prabowo Subianto yang jadi pesaingnya dalam Pilpres dengan difasilitasi Kepala Badan Intelijen Nasional (BIN) Budi Gunawan, menurut Dony menjadi langkah penting merajut kembali kebersamaan.
“Upaya Jokowi ini bisa menghapus sekat-sekat dan polarisasi di akar rumput, apalagi pertemuan juga dilanjutkan dengan bertemu Megawati dirumahnya, ini bisa memperkuat kebersamaan, persatuan nasional dan mengajak masyarakat bersatu,” katanya.
Dony pun mengingatkan kepada masyarakat soal berita bohong dan saling bully di media social yang saat ini terjadi. Apalagi, sampai menghina presiden sebagai lambang negara. Karena, budaya hoax dan bully ini, bisa berdampak hukum bagi mereka yang membuat dan menyebarkannya.
“Presiden adalah kepala negara, siapapun presidennya. Saat membully presiden, sebenarnya kita sama dengan menghina diri sendiri sebagai warga negara Indonesia,” jelasnya.
Soal hoax dan saling bully di media social, Asep Ahmad Hidayat mengaku, hal tersebut menjadi dampak dari kemajuan teknologi informasi yang terjadi saat ini. Dampaknya, pihak-pihak yang ingin bangsa ini terpecah belah, punya cara mudah untuk melakukan provokasi dan intervensi dari pihak asing.
“Pihak asing yang tidak ingin Indonesia jadi negara kuat, melakukan provokasi untuk mengancam kedaulatan NKRI, seperti yang terjadi di Papua, gerakan Papua merdeka, memprovokasi warga dengan tuntutan referendum dengan tujuan akhirnya memisahkan diri dari NKRI,” katanya.
Karenanya, menurut Dony yang juga salahsatu tokoh aktivis 98 di Bandung, dengan kondisi masyarakat saat ini, sebagai anak bangsa tentunya tidak bisa tinggal diam dengan kekuatan-kekuatan yang akan mengancam kedaulatan NKRI. Harus ada sebuah kebersamaan dalam mendukung rekonsiliasi nasional demi persatuan nasional tanpa intoleransi dan radikalisme. (*)
Penulis : AMK
Editor : Ari M
2 Komentar